Durian Afa-afa, dari Jalur Kendara hingga Pasar Raya

“Mari singgah, murah saja, kalo tra manis boleh ganti.” Demikian sahutan seorang Pak tua, yang tak lelah menjajakan Durian di tepian jalan poros antara kelurahan Bobo dan Mareku (Tidore). Sebatas meja kayu panjang berukuran tiga meter di tepian jalan, mereka merajai persaingan pasar kuliner Durian di Pulau Tidore. Durian Afa-afa, siapa tak mengenalnya.

Bila Anda melancong ke Tidore, tak lengkap bila Anda tak menyinggahi kuliner Durian Afa-afa yang tersohor kelezatannya. Berbagai ukuran dan rasa bisa Anda pilih di sana. Para penjualnya pun ramah dan ahli dalam menyajikan jenisnya sesuai keinginan kita.

Musim durian telah tiba, tak pelak banyak warga Maluku Utara menghabiskan akhir pekannya, bahkan mencuri waktunya untuk berekreasi kuliner di berbagai tempat dan daerah penghasil Durian. Ada yang ke kampung penghasil durian, ke luar daerah tempat durian dipanen, bahkan ke lapakan buah pinggiran jalan hingga di pasar kota.

Maluku Utara dan Durian Beridentitas Nama Kampung

Di Maluku Utara, nama Durian senantiasa disematkan nama daerah tempat di mana Durian itu dipanen. Beberapa daerah seperti di pulau Tidore, Ternate dan Halmahera juga memiliki kebiasaan yang sama sejak lampau. Sebut saja Durian Sahu dari Halmahera Barat, Durian Afa-afa dari Tidore, dan Durian Fora dari Pulau Ternate. Fora sendiri berasal dari singkatan nama kampungnya Fora Madiahi, sebuah kampung perbukitan di selatan kawasan pulau Ternate.

Namun kali ini, penulis akan mengajak pembaca menjelajahi tempat kuliner dan lapakan durian di salah satu kampung di kawasan Utara Pulau Tidore, Afa-afa. Tak seperti daerah di luar sana, pulau yang dahulu dikenal dengan sebutan Kie duko (Baca: gunung api) itu tak hanya berlimpah tanaman rempah semata. Durian pun menjadi primadona petani dalam meraup laba dan menjawab kepuasan masyarakat pecinta buah-buahan di tiap musimnya.

Uniknya, durian di Maluku Utara, khususnya di Tidore tak dikelompok-identitaskan berdasarkan genus (jenis), serta produknya, kloning (rekayasa genetik) dan original (alami). Melainkan dari kampung mana ia berasal seperti yang dibahas sebelumnya.

Benar, masyarakat mengklasifikasikan Durian di Tidore berdasarkan tempat di mana ia dipanen. Dan alhasil, nama kampung disematkan pada nama belakangnya jauh lebih viral dibanding nama spesies alami dan kloningnya. Sebut saja Durian Afa-afa, Durian Kalaodi, Durian Bobo, Durian Cobodoe, Durian Ngosi dan segelintir nama Durian Tidore lainnya. Meski di Pulau Tidore belum ada data pasti soal identitas nama yang lengkap, namun di bawah ini, penulis menyajikan data bagaimana Ternate memiliki nama lokal Duriannya sendiri.

Mengapa dan Bagaimana Afa-afa Merajai Kuliner Durian Tidore?

Menentukan kualitas kelezatan durian di Tidore sangatlah sulit. Ini tantangan tersendiri penulis karena hampir rata-rata Durian di Tidore memiliki cita rasa yang tinggi. Namun penulis melakukan pendekatan dan menyaring deskripsi konsumen dari dua sumber, yakni dari luar dan dalam Tidore. Dari kebanyakan pendapat, hampir semua orang berpendapat bahwa Durian Afa-afa yang sering diketahui mayoritas umum soal Durian dari Tidore, Sedangkan Durian Tidore lainnya tak diketahui secara umum dari luar masyarakat Tidore.

Afa-afa sendiri adalah nama kampung (kini Kelurahan) di utara Pulau Tidore. Kampung itu memanjang ke arah gunung dan diapit oleh Kelurahan Mareku dan Bobo. Dari sisi ketenaran duriannya, mereka menggunakan parameter fisik buah, ketebalan isi, dan rasanya.  Rasanya yang manis membuat durian Afa-afa masih menjadi yang terfavorit masyarakat Tidore dan para pengunjung Tidore kini.

Ternyata ada beberapa hal yang membuat Afa-afa begitu superior atas produksi, konsumsi dan arus permintaan Durian ke luar Tidore. Pertama, akses strategis. Kedua, kualitas. Ketiga, viralitas informasi.

Jalur dagang penjualan durian Afa-afa terbilang strategis. Para petani durian lebih memilih menjual hasil tani (Durian) di tempat umum yang dekat dengan kampung dibanding menjualnya ke pusat pasar Tidore (Pasar Soa Sio, dan pasar Rum)

“Torang bajual di sekitar sini saja, sebagian dong bawa ke pasar, sebagian dong bawa ke Ternate,” ungkap seorang penjual.

Meski kampung Afa-afa jauh dari akses jalan umum, para petani memilih menjual hasil taninya di antara batas Kelurahan/desa Bobo dan Mareku yang hanya diakses beberapa menit saja, dengan menuruni jalan. Tentu saja ada hal yang positif yang dipertimbangkan , pertama, mereka tak mengganggu aktivitas warga kedua kelurahan itu dengan aroma durian yang mengganggu. Sebab di daerah batas itu, sangat sunyi dari pemukiman warga.

Kedua, mereka dapat hemat secara anggaran transportasi dengan tak membutuhkan harga mahal untuk berjualan, cukup turun dari kampung (Afa-afa) terus ke jalan raya utama mereka dapat menjualnya di lapak yang telah mereka buat secara tradisional (Meja kayu), bahkan hanya di lapak di atas tanah sementara.

Ketiga, viralitas informasi. Dengan berdirinya lapakan mereka di poros jalan Tidore, mereka memblokade akses masyarakat yang senantiasa lalu-lalang dari arah pelabuhan Rum ke pusat kota Soa Sio Tidore dengan menawarkan jualannya, sontak, jualan ini dapat diinfokan oleh warga ke warga lainnya, baik dari mulut ke mulut, maupun sosial media.

Semakin Banyak, Semakin Murah

Penjual mengaku bahwa mereka menjual buah durian dengan harga cukup murah. Selain itu, mereka mampu mendapatkan omset penjualan buah sebesar Rp800.000, hingga Rp1.000.000,- per harinya.

Satu ikat biasanya kami jual biasanya 10 buah dengan harga Rp200.000 hingga Rp250.000, sedang per buah, kami jual tergantung tawaran. Ukuran sedang kami jual seharga Rp15.000, sampai Rp45.000,” ungkap salah satu penjual yang tak mau disebutkan namanya.

Si penjual menambahkan bahwa mereka tak terbiasa menyimpan (Menadah) Durian seperti para penjual Durian lain pada umumnya. Mereka mengaku, usai dipanen di malam harinya, Durian itu langsung dijual. Hal itu karena kualitas rasa akan berubah.

“Torang tidak simpan atau kasih tinggal, biasanya durian selalu terjual sampai sore. Saat dipanen di malam hari, besok pagi torang langsung jual. Kalau torang simpan lagi, dia punya rasa akan berubah. Durian diambil langsung dari torang punya kebun di atas (Afa-afa),” ungkap penjual itu.

Selain di Afa-afa, ada juga beberapa Durian kampung di dekat Afa-afa yang sangat produktif. Sebut saja Durian Sirongo. “Tak hanya di Afa-afa, Sirongo juga ada. Sirongo baku sebelah deng Afa-afa.”

Mistisisme Aroma

Para penjual mengaku bila durian sudah dikirim lintas laut, berdasarkan pengalaman akan terjadi penurunan kualitas durian, baik aroma maupun rasanya. Entah apa alasannya, namun dimungkinkan adanya faktor angin, aroma mesin, getaran hingga faktor uapan air laut menjadi alasan semu yang diungkapkan para petani durian.

Durian kalau sedap memang makan di tempat. Kalau so kirim lintas laut akan so kurang sadap, ya… biasanya karena angin, air asin, bahkan kendaraan laut,” ungkap penjual.

Di Maluku Utara, hampir 100% juga masyarakat percaya bahwa Durian yang dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain khususnya lintas laut akan menurunkan aromanya. Olehnya banyak yang menyarankan untuk menggunakan metode penggunaan Tupperware.

Pandangan Pakar Soal Penurunan Kualitas Durian

Pakar durian yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Kalimantan Utara Lutfi Bansir SP, MS. menjelaskan faktor geografis memengaruhi aroma dan kualitas durian. Menurutnya, durian yang berada pada kelembaban tinggi akan memengaruhi selera rasa dan aroma Durian, hal itu karena dampak serapan kadar air di dalam buah Durian.

Proses penguapan terbesar ada di laut. Laut seperti sebuah bejana kuali di atas komfor dan pendingin yang membantu proses penguapan dan perubahan suhu di atasnya. Hal itu tentu berpengaruh bagi Durian yang dilalui dengan lintas lautan. Belum lagi garam (NaCl) laut yang bersifat absorptif dapat melekat di permukaan durian dengan menyerap uap air Durian hingga Durian kehilangan aroma dan rasa. Olehnya itu, kerap para kuliner menggunakan bahan kotak makanan sintetik (Tupperware) untuk melindungi isi durian dari serapan air laut bila memilih untuk melintasi lautan.

Tak hanya transportasi, suhu juga cenderung menjadi sebab faktor turunnya kualitas rasa Durian. Calvo (1999) menjelaskan perbedaan periode tahap tumbuh pertumbuhan pada tanaman loquat dan varietas Cardona dan San Filipparo berbeda karena pengaruh suhu. Teori ini menggambarkan bahwa perkembangan buah pada suhu rendah memperlambat perkembangan buah menuju kemasakan buah.

Baiknya Durian dikonsumsi pada saat suhu geografis sedang stabil dan tinggi (Seperti musim panas), memasuki dingin/musim hujan, cita rasa Durian menurun serta diperburuk dengan cepatnya proses pembusukan.

Durian, Dimaki hingga Dicintai

Durian dikenal sebagai raja buah-buahannya Asia Tenggara, tapi orang tak pernah tahu, siapa sebenarnya yang menggelarinya raja buah-buahan tersebut. Julukan itu ternyata diberikan  oleh seorang ahli Zoogeografi dunia yang  tak lain adalah Sir Alfred Russel Wallace. Di Indonesia sendiri, Wallace melakukan penelitiannya selama enam tahun lamanya untuk mencatat segala flora dan fauna di sana.

Semua tulisan itu ia himpun dalam bukunya yang terkenal The Malay Archipelago. Awalnya Wallace begitu membenci buah beraroma tajam tersebut. Ia bahkan menjauhinya karena tak kuat menahan bau yang dihasilkan. Wallace bahkan tak segan-segan menyamakan bau tajamnya seperti Musang Topeng (Paguma Lavarta).

Wallace yang penasaran dengan buah berbau busuk itu akhirnya menyerah juga, ia penasaran dan membelahnya untuk mengetahui bentuk dan rasanya. Dan ternyata ia salah. Rasa manis nan lezat justru membuatnya mencintai durian dan menggolongkannya sebagai buah yang paling lezat sepanjang ia berkunjung di Asia Tenggara.

Alarm Tubuh Kelebihan Asupan Durian dan Hoaks Tinggi Kolesterol

Nyaris 100% warga Maluku Utara percaya pula bahwa sensasi nyeri di otot leher, pegal-pegal, keringat, jantung berdebar adalah tingginya kolesterol diakibatkan konsumsi durian berlebih. Itu hoaks. Kandungan dalam Durian per-buah (100 gr) diantaranya mengandung (65 g) air, (27,7 g) karbohidrat, 2,5 g lemak (5,33 g) protein, (1,4) g serat, 19,7 mg Vitamin C, dan 436 mg Kalium. Serta dengan nilai total energi sebesar 147 kalori. Tak ada kolesterol (lemak berbahaya) dalam buah itu secara signifikan.

Gejala lemas, jantung berdebar, mual, dan panas yang dirasakan sebagian warga kuliner Durian bukanlah efek kolesterol (hoaks) tadi, melainkan efek akumulasi (Asupan) Kalium dalam darah akibat kelebihan asupan Durian.

Kalium bertanggung jawab terhadap sistim saraf otonom (SSO) yang mengatur detak jantung, pencernaan, dan kontraksi otot. Olehnya berbagai efek dapat dirasakan (Dr.Samuel Oetoro, Sp.GK).

Kalium dapat dideteksi lewat tes Darah, tes irama jantung (EKG), dan tes air seni (Urin). Dari kedua tes ini ditentukan tingkatan Kalium dalam tubuh manusia. Karena Kalium diekresi lewat air seni. Maka cara untuk mengeluarkan Kalium berlebih adalah dengan mengakumulasi cairan. Olehnya itu mengapa dianjurkan bagi penyantap tinggi durian, diharuskan meminum air yang banyak untuk melepaskan kandungan Kalium dalam darah bila merasakan efek samping kelebihan konsumsi Durian.

Sedang efek Hiperkalemi (Kebihan Kalium dalam tubuh), serta gejala lainnya (Takikardi/tingginya detak jantung) dapat berpengaruh pada kenaikan nadi, tekanan darah, sulit tidur (Insomnia) dan keringat berlebih. Kelebihan Kalium dalam otot juga dapat menyebabkan spasme (Tegang) otot.

Itulah mengapa orang yang memakan durian banyak akan merasakan hal itu. Keadaan tersebut adalah alarm alami tubuh untuk menandakan Anda harus berhenti mengonsumsi durian. Sebab bila terlalu tinggi Kalium dalam darah dapat berpotensi Serangan Jantung mendadak (Kerusakan otot Jantung).

Jika 1 buah durian terdapat 9 biji, dengan berat rata-rata 100 gr/436 mg Kalium. Maka (9 biji x 436 mg Kalium) dengan hasil 1 buah Durian sebanyak 3.924 mg kalium atau 39,24 gram/mmol Kalium dalam darah.

Indonesia, Habitat Asli Durian

Hingga kini, Indonesia tercatat mengoleksi 20 spesies anggota Durian, dan mengoleksi 55 jenis varietas Budidaya (kloning) Durian dengan penamaan umumnya. Kita harus bangga, bahwa Durian adalah spesies buah asli produk Indonesia. Meski Asia Tenggara mengakui Durian sebagai simbol buahnya. Tak semua negara memiliki varian spesies durian sebanyak Indonesia.

Bahkan sekelas seorang Wallace mengakui superioritas Durian sebagai The king of Fruits di Indonesia. Tentu itu bukan penghargaan sederhana semata, melainkan sebuah testimoni bagi kita untuk selalu bersyukur sebagai penduduk yang dimodali Tuhan dengan keanekaragaman hayati di tengah ancaman Ring of Fire yang mengancam nyawa. Indonesia, Surga di atas neraka dunia.

(konten jalamalut.com)

Penulis:

Baca Juga