Akademika
Unkhair Bakal Bentuk Satgas Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus
Ternate, Hpost – Wakil Rektor III Unkhair Ternate, Maluku Utara Syawal Abdulajid mengatakan, sebagai lembaga dalam naungan Kemendikbud-ristekdikti, Unkhair akan membentuk tim pengawas dan satuan tugas penangan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Hal itu disampaikan saat menyampaikan sambutannya pada dialog publik yang digelar oleh LPM Aspirasi, di Aula Rektorat Unkhair Ternate. Dialog yang mengangkat topik Permenristekdikti tersebut, diisi oleh akademisi hukum Unkhair dan juga perwakilan mahasiswa.
Syawal menyampaikan bahwa regulasi tersebut akhir-akhir ini menjadi bahan debat yang hangat. Ada pro dan kontra, baik dari akademisi, politisi, maupun tokoh agama dalam menanggapi kebijakan Menteri Nadim tersebut.
Meski begitu, lanjut Syawal, sebagai bagian dari pendidikan tinggi, Universitas Khairun Ternate akan berupaya untuk mendukung kebijakan peremerintah, dalam hal ini yakni Kemendikbud.
Baca Juga:
“Aturan itu sudah berlaku, kami akan tindak lanjuti perintah peraturan tersebut,” katanya.
Ia bilang aturan ini tentu langkah bagus untuk menekan angka kekerasan seksual yang terjadi, tidak mengenal tempat, bahkan di kampus sekalipun.
Dalam peraturan tersebut, setiap pendidikan tinggi dalam naungan Kemendikbud-Ristekdikti wajib membentuk tim seleksi, untuk kemudian membentuk satuan tugas penanganan kekerasan seksual.
“Hal itu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus,” ucapnya.
“Tim seleksinya Rektor sudah sampaikan ke kementrian, (kita) menunggu pemberitahuan dan arahan selanjutnya dari Kementerian,” sambungnya.
Ia juga optimis melihat kebijakan tersebut dan berharap dengan terbentuknya Satgas PPKS ini dapat melakukan sosialisasi pencegahan dan perlindungan bagi civitas akademika.
“Khususnya mahasiswa untuk tetap waspada dan kehati-hatian terhadap segala bentuk tindakan yang terindikasi mengarah ke kekerasan seksual,” tandasnya.
Akademisi hukum Unkhair Ternate, Arisa Murni Rada juga menambhakan. Ia menilai regulasi ini sangat penting karena meresposn kecemasan para korban yang semakin banyak jumlahnya seiring waktu. Para korban selama ini cenderung tidak mau melaporkan karena tidak adanya payung hukum yang berperspektif korban.
“The dark number (kejahatan yang tersembunyi) kekerasan seksual itu banyak, laten sekali, menurut investasi Konsersium Nama Baik Kampus menunjukkan dari 79 perguruan tinggi yang tersebar di 29 kota di Indonesia, pernah mengalami kekerasan seksual, sekitar 27 persen angka kekerasan seksual terjadi di kampus antara waktu 2015 sampai 2020. dan kategori the dark number mungkin lebih banyak dari itu,” jelas Arisa.
Senada, Astuti N. Kilwouw. Pengajar pada fakultas hukum Unkhair Ternate ini melihat kebijakan tersebut sebagai langkah maju untuk memberikan perlindungan bagi korban dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Apalagi menurutnya, angka kekerasan seksual di kampus cukup tinggi, yang memosisikan relasi kuasa antara pelaku dan korban cukup besar.
“Entah melibatkan dosen, senior, aktivis mahasiswa, pegawai dengan kuasa, dan lain-lain sebagai pelaku,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, lambatnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS). Makanya Permendikbudristek 30/2021 ini merupakan langkah progresif melawan tindak kekerasan seksual di kampus.
“Sebagai ruang akademik yang kerap dianggap membebaskan dan menciptakan manusia merdeka, dunia kampus harusnya bersih dari kekerasan seksual,” pungkasnya.
Komentar