Lingkungan

Datangi Kementerian ESDM, Mahasiswa Minta 2 Izin Tambang di Maluku Utara Dicabut

Mahasiswa saat unjukrasa di Kantor ESDM, Jl. Medan Merdeka Sel. No.18, RT.11/RW.2, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10110 || Foto: Istimewa

Ternate, Hpost – Sejumlah mahasiswa menggelar demonstrasi di depan Kantor Kementerian ESDM, Jumat 26 Agustus 2022. Aksi itu menuntut agar dua izin usaha pertambangan (IUP) di Maluku Utara segera dicabut.

Ketua Umum Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT) Hamdan Halil mengatakan, unjukrasa tersebut merespons penolakan izin tambang PT First Pacific Mining (FPM) di Sagea, Halmahera Tengah.

Kemudian, PT. Kahuripan Inti Mineral (PT. KIM) yang beroperasi tanpa melakukan sosialisasi memadai kepada masyarakat di Desa Kapa-kapa, Loloda Utara, Halmahera Utara. Kehadiran PT KIM disebut menuai penolakan masyarakat setempat.

Menurut Hamdan, dalam aksi yang libatkan mahasiswa Maluku Utara dan Maluku itu, pihaknya mendesak agar kedua izin perusahaan tersebut tak boleh diperpanjang alias dicabut.

"Kehadiran PT FPM di Sagea membawa ancaman serius karena letak konsesi pertambangan berada di atas kawasan Karst Bokimoruru, sementara lokasi rencana pabrik PT. FPM berada di antara Sungai Sageyan dan Danau Legaelol, belum lagi jarak dengan pemukiman penduduk yang sangat dekat," tandasnya.

Ia bilang, kawasan tersebut sejatinya perlu dilindungi karena ada sumber penyangga kehidupan masyarakat, yakni sumber air orang Halmahera, bahkan objek wisata alam Gua Bokimoru terpanjang di dunia.

Baca Juga:


Dua Sumber Hidup Orang Sagea, Halmahera Tengah Ini Akan Rusak Jika PT FPM Beroperasi

"Jadi ini ada jejak sejarah orang Maluku Utara, tidak boleh diganggu bahkan digusur dengan kehadiran industri ekstraktif yang keruk bumi," cetus Aktivis Aman Malut tersebut, kepada Halmaherapost, Jumat 26 Agustus 2022.

Menurut dia, mencabut izin PT. FPM sama halnya menjalankan perintah UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

Selain itu, kata dia, PT. FPM tidak melalui sosialisasi dan konsultasi kepada masyarakat, tidak transaparan memberi informasi ke masyarakat terkait perizinan dan kajian AMDAL.

Hamdan menuturkan, hal sama juga terjadi di Halmahera Utara, di mana PT. PT. KIM mulanya membangun jalan tani, namun di balik itu secara diam-diam melakukan kegiatan eksplorasi.

Dia menyebut bahwa hampir delapan bulan sejak Januari 2022 aktivitas operasi PT KIM terkesan menutup diri dan tidak terbuka kepada masyarkat.

"Informasi lapangan yang kami dapat, perusahan ini masuk tanpa sepengetahuan pemerintah desa dan ketika masyarakat meminta dokumen hukum seperti IUP dan Amdal, tidak pernah ditunjukkan oleh pihak perusahan. Karena itu kami menduga, ini perusahaan tambang ilegal dan terindikasi bertentangan dengan ketentuan Perundangan seperti UU Minerba dan UUPPLH," kata dia.

Adapun desakan kepada pemerintah yang dilayangkan mahasiswa:

  1. Mendesak Menteri ESDM segera mencabut IUP PT. First Pasifik Mining di Kabupaten Halmahera Tengah;
  2. Mendesak kepada Menteri ESDM segera melakukan investigasi atas PT. Kahuripan Inti Mineral (PT. KIM), dan mencabut IUP PT. KIM;
  3. Mendesak kepada Gubernur Maluku Utara, Bupati Halmahera Tengah, dan Bupati Halmahera Utara untuk mengambil tindakan tegas menolak PT. FPM dan PT. KIM;
  4. Mengimbau kepada Gubernur Maluku Utara untuk berlaku adil dan tidak terlibat dalam dugaan mafia perizinan pertambangan di Maluku Utara.

" Kami tegaskan, Jika tuntutan ini tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya, maka PB FORMMALUT akan terus mengkonsolidasikan gerakan mahasiswa dan gerakan masyarakat sipil secara masif untuk mendorong penyelesaian hukum atas indikasi mafia pertambangan di Maluku Utara," pungkas Hamdan.

Penulis: Tim Hpost
Editor: Rian Hidayat Husni

Baca Juga