Opini

Kolusi Berkedok Zonasi

Ummulkhairy M. Dun

Penulis: Ummulkhairy M. Dun
Sekretaris Umum Kohati HMI Cabang Ternate


“Saya tara lolos barang tara masuk zona” ucap salah seorang dari mereka (para korban) sistem zonasi masuk sekolah di Kota Ternate. Ucapan seperti itu selalu menggelegar di setiap momen penerimaan peserta didik baru.

Kasus tidak lulus masuk sekolah karena zonasi selalu berirama setiap tahun ajaran baru baik pada jenjang TK, SD, SMP maupun SMA. Ini menjadi hal yang cukup ironi dan harusnya telah dibijaki secara bersama antara pemerintah daerah dengan dinas pendidikan.

Padahal, secara prinsip orientasi digunakannya sistem zona pada seleksi penerimaan peserta didik baru adalah untuk memudahkan akses pendidikan. Sebagai contoh, siswa didekatkan jarak tempat tinggalnya dengan sekolah untuk meningkatkan semangat belajar. Dengan begitu pembelajaran di sekolah dapat berlangsung efektif. Selain itu juga, dengan adanya sistem zonasi ini untuk melakukan pemerataan mutu sekolah. Sehingga tidak ada lagi label sekolah unggulan atau favorit melainkan semua sekolah berhak mencapai standar sekolah yang ideal.

Baca juga:

Gedung Putih yang Menghitam


AOC: Pemimpin Politik Muda dan Perlawanan Terhadap Oligarki


Depresiasi Toleransi Al Zaytun


Sistem penerimaan peserta didik baru ini berkiblat pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51Tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat. Adapun dalam regulasi ini tertuang dengan jelas mengenai prinsip penerimaan peserta didik baru yaitu non diskriminatif, objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Prinsip-prinsip itu diimplementasikan untuk mendorong peningkatan akses layanan pendidikan.

Beberapa riset mengenai pemberlakuan sistem zonasi di beberapa daerah di Indonesia masih jauh dari konsep yang diamanatkan dalam Permendikbud yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satunya adalah riset yang dilakukan oleh Lili Apriyanti dan Syunu Trihantoyo (2021) di Kota Surabaya dengan judul penelitiannya Persepsi Masyarakat tentang Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru.

Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu ditemukannya respons negatif dari masyarakat mengenai sistem zonasi. Dipaparkan lebih lanjut bahwa penolakan oleh masyarakat sebagai orang tua/wali ini karena saat mereka melakukan pendaftaran, anak-anak mereka tidak diluluskan padahal sekolah yang dituju masuk sebagai zona mereka. Dari hasil wawancara ini berarti prinsip objektif ternyata hanya berupa konsep yang tidak diterapkan dalam tahapan pendaftaran.

Selanjutnya 1 2

Baca Juga