1. Beranda
  2. Cendekia
  3. Headline

Perspektif

PT. POSITION DENGAN SEGALA KEGADUHANNYA

Oleh ,

Ketidakadilan bukanlah sesuatu yang abstrak, tapi konkret, menyangkut tubuh, melibatkan perasaan.

(Goenawan Muhammad)

Inkrah! Ketua Majelis Hakim, Asma Fandun mengetuk palu sidang. Sebelas warga Maba Sangaji dinyatakan bersalah. Dan pada momen itu publik Maluku Utara tahu ada yang terasa tak adil. Sebab mereka menilai bukan dengan pasal, melainkan dengan rasa. Meskipun kita belum bisa merumuskan seluruhnya apa yang adil.

Nasib sebelas warga adalah satu episode baru kekejaman pengusaha tambang yang mewarnai sejarah panjang kegiatan pertambangan di Maluku Utara.

Ada yang getir dari permasalahan di atas. Bagaimana tidak, PT Position yang sudah hampir tiga tahun melakukan kegiatan produksi bijih nikel, harus tega memenjarakan warga lingkar tambang.

Ini kegaduhan pertama, "ketika pengusaha tambang yang lain berusaha mengobati luka warga, mereka justru membuat luka baru."

Kegaduhan kedua, PT Position dengan kekuatan mesin canggih dan peralatan berat, yang bergerak cepat melintasi punggung Halmahera, ternyata merambah ke IUP perusahaan lain.

Dengan jatah kuota produksi nikel yang diperkirakan kurang lebih jutaan ton tiap tahun, secara diam-diam mencaplok lahan milik perusahaan tambang yang lain.

Dari pernyataan yang saya kutip di beberapa media online, pengacara salah satu perusahaan tambang yang merasa dirugikan menyampaikan:

"Bahwa PT Position telah membuka lahan sepanjang 1,2 km di dalam kawasan IUP PT Wana Kencana Mineral (PT WKM), dan membuka 6,5 km di area IUP PT Weda Bay Nikel. PT Position juga membuka 2,7 km di kawasan PT Pahala Milik Abadi, dan membangun jalan koridor sepanjang 409 meter. Selain itu, PT Position juga melakukan penggalian hingga kedalaman 10–15 meter, dengan luas bukaan 30–50 meter."

Tudingan Rolas Sitinjak, pengacara PT WKM yang dirilis oleh beberapa media online, tentu berbasis pada hasil temuan tim Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Saya lantas berpikir, barangkali bagi mereka keuntungan dianggap lebih nyata ketimbang hukum. Segalanya bisa diatur. Bisa dikompromikan."

Dan kegaduhan lainnya adalah, penegak hukum (Polri) yang bergerak menegakkan keadilan dituduh tidak adil. Ada batas etik yang dinilai dilanggar.

Komisaris Besar Asri Efendi sebagai Dirkrimsus Polda Maluku Utara harus dicopot dan dimutasi menjadi perwira menengah satuan pelayanan Markas Kepolisian RI di Jakarta. Sementara empat anak buahnya dituduh melanggar kode etik saat menangani sengketa tambang nikel di Desa Loleba antara PT Wana Kencana Mineral dan PT Position.

Nikel tak hanya sebuah komoditas, melainkan moralitas. Ada nilai kemanusiaan yang harus dijunjung, hukum yang ditegakkan, juga profesionalisme.

Masyarakat Maluku Utara tak akan menghalalkan ketidakadilan dan juga ketidakmanusiaan sebagai kewajaran hidup. Pengalaman sejarah menunjukkan, di tengah ketidakadilan yang akut, yang kita derita, manusia selalu menghendaki keadilan yang entah di mana, yang entah kapan datang.

Berita Lainnya