1. Beranda
  2. Agraria
  3. Headline
  4. Kabar

Pencemaran

DLH Ternate: Hasil Uji Lab Pesisir Sasa Sudah Tercemar, Akademisi: Tidak Benar

Oleh ,

Ternate - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate, Maluku Utara, menyimpulkan bahwa perairan pesisir laut di Kelurahan Sasa sudah tercemar oleh limbah organik berdasarkan hasil uji laboratorium terkait baku mutu air. Namun, kesimpulan dianggap tidak benar oleh Akademisi Magister Ilmu Kelautan dari Universitas Khairun Ternate, Muhammad Aris.

Pengujian dilakukan di Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia, Manado, untuk mengetahui kondisi parameter baku mutu air laut yang diduga menjadi penyebab pencemaran, dan yang terkait dengan kematian ribuan ikan terdampar di sekitar pabrik pengolahan tahu-tempe di Kelurahan Sasa pada Minggu, 10 September 2023.

Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, DLH Kota Ternate, Syarif Tjan, kesimpulan ini didasarkan pada hasil uji laboratorium terhadap empat parameter pengukuran yang mengalami peningkatan yang sangat signifikan melebihi baku mutu air laut. Empat parameter tersebut adalah Nitrat (NO2) dengan baku mutu 0,06 yang mengalami kenaikan menjadi 0,37, Ammonia (NH3) dengan baku mutu 0,06 yang naik menjadi 0,37, Fosfat (H3PO4) dengan baku mutu 0,15 yang naik 0,412, dan Hidrogen Sulfida (H2S) dengan baku mutu 0,01 yang naik 0,400.

“Berdasarkan keempat parameter ini, kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pencemaran yang cukup signifikan yang berasal dari limbah organik,” jelas Syarif pada Rabu, 27 September 2023.

Syarif menjelaskan bahwa limbah organik seperti yang terindikasi pada parameter Hidrogen Sulfida, Ammonia, dan Fosfat dapat menyebabkan kematian ikan. Jika baku mutu air laut pada tiga parameter ini naik, ikan bisa mati secara tiba-tiba.

“Pertanyaannya sekarang, apakah limbah dari pabrik tahu mengandung fosfat? Ya, limbah dari pabrik tahu mengandung fosfat, meskipun jumlahnya sangat sedikit. Yang lebih banyak berasal dari detergen, hasil cucian, hasil pertanian, dan penggunaan pupuk, yang juga dapat mengalir ke laut,” ungkapnya.

Baca juga:


Uji Kedua Kualitas Air Sungai Sagea, DLH Maluku Utara: Kondisi Aman


Kadis Pertanian Morotai Tantang Mahasiswa Bukti Kegagalannya


Kadis Pertanian Morotai: Pencarian Kerja di Luar Daerah Bukan Kelalaian Pemerintah


Berdasarkan hasil laboratorium ini, dugaan awal bahwa kematian ikan disebabkan oleh ledakan plankton dianggap keliru. “Tidak ada ledakan plankton di sana, melainkan parameter ammonia, nitrat, hidrogen sulfida, dan fosfat yang sangat tinggi,” tambahnya.

Syarif tidak menyangkal bahwa beroperasinya dua pabrik pengolahan tahu-tempe adalah salah satu sumber pencemaran, tetapi ada juga pencemaran dari air limbah domestik. “Jadi, ini akumulasi dari semua sumber pencemaran,” tambahnya.

Kesimpulan melanggar teori

Sementara itu, Muhammad Aris, Akademisi Magister Ilmu Kelautan dari Universitas Khairun Ternate, berpendapat bahwa Syarif keliru dalam membaca data hasil analisis uji laboratorium, sehingga kesimpulannya tidak valid.

"Tidak benar, hanya karena empat parameter kualitas air laut melampaui baku mutu, bukan berarti klaim tentang pencemaran sangat berat bisa dianggap benar. Saya anggap ini prematur dan tidak ilmiah, meskipun datanya berasal dari hasil analisis laboratorium yang terakreditasi," ujar Aris.

Menurut Aris, membaca hasil analisis kualitas air tidak boleh dilakukan secara parsial karena semua parameter saling terkait. Hasil sampling dari dua lokasi menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Baca juga:


Kadis Pertanian Morotai Tantang Mahasiswa Bukti Kegagalannya


Kadis Pertanian Morotai: Pencarian Kerja di Luar Daerah Bukan Kelalaian Pemerintah


Soal Harga Komoditas, Kepala Disperindakop-UKM Morotai Bilang Begini


“Di lokasi satu, hanya ada satu parameter yang melampaui baku mutu dan nilainya sangat rendah, yang tidak akan mengakibatkan kematian massal ikan. Sementara di lokasi dua, terdapat empat parameter yang melampaui, tetapi parameter lainnya normal, sehingga menyimpulkan kematian ikan disebabkan oleh empat parameter tersebut tidak tepat,” jelas Ketua Program Studi Magister Ilmu Kelautan Universitas Khairun itu kepada halmaherapost.com.

Aris menyatakan bahwa kesimpulan Syarif seakan-akan dipaksakan karena hanya melihat hasil empat parameter. "Maka dari itu, saya sangat membantah karena kesimpulannya melanggar teori dasar kualitas air," tegasnya.

Upaya tindaklanjut

Meskipun mendapat sanggahan dari Akademisi, Syarif memastikan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah teknis untuk menindaklanjuti hasil laboratorium.

DLH akan mewajibkan dua pabrik pengolahan tahu-tempe yang sudah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk membuat biodigester. Biodigester dimaksudkan untuk menangkap gas metana. Caranya adalah air limbah masuk ke fasilitas biodigester baru kemudian masuk ke IPAL setelah gas metan ditangkap.

“Volume biodigester ini harus besar, karena produksi tahu semakin hari semakin meningkat, sehingga IPAL yang ada tidak mencukupi,” jelasnya.

Selain langkah teknis ini, penanaman mangrove yang sesuai dengan kondisi pesisir yang tercemar oleh sedimen juga akan dilakukan. “Kita juga akan mengambil sampel limbah dari pabrik tahu untuk memeriksa baku mutunya, apakah sudah sesuai dengan baku mutu atau tidak,” tandasnya.

Berita Lainnya