1. Beranda
  2. Agraria
  3. Headline
  4. Litbang

Litbang

Daerah Tajir Langganan Banjir, Alarm Bahaya Hutan Halmahera!

Oleh ,

Halmahera Tengah, sebuah daerah kabupaten di Maluku Utara yang kaya akan sumber daya alam, terutama nikel, menghadapi tantangan besar berupa banjir yang sering terjadi.

Meskipun pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh sektor ekstraktif memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah, dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya semakin terasa.

Halmahera Tengah dikenal dengan kekayaan alamnya, khususnya cadangan nikel yang melimpah. Kehadiran perusahaan tambang besar seperti PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan PT Tekindo, serta tambang lainnya, telah mendorong pertumbuhan ekonomi regional.

Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sepanjang tahun 2023 tercatat sebesar 20,49 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan angka nasional yang sebesar 5,05%. Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ini berasal dari sektor industri nikel di Halmahera Tengah.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat ini sangat bergantung pada sektor pertambangan. Namun, aktivitas tambang yang intensif juga membawa dampak negatif signifikan terhadap lingkungan, terutama dalam bentuk banjir yang kerap melanda wilayah sekitar.

Banjir yang merendam sebuah indekos di desa Lokulamo || Foto: Warga

Data Banjir Berdasarkan Tanggal Kejadian yang dirangkum dari berita-berita halmaherapost menunjukan selam 4 tahun terakhir telah terjadi 8 kali banjir di Halmahera Tengah. Tujuh banjir terjadi di kawasan industri pertambangan nikel, dengan rincian sebagai berikut:

24-25 Juli 2020

26 Agustus 2020

28 Oktober 2020

18 Mei 2021

8 September 2021

7 Agustus 2023

13 September 2023

20 Juli 2024

Baca juga:


Bencana Banjir Bandang Halmahera Tengah: Korporasi Nikel dan Pemerintah Disorot


Banjir Melanda Kawasan Lingkar Industri Nikel di Halmahera, Maluku Utara


Perjuangan Siswa dan Guru di Halmahera Selatan Menembus Banjir ke Sekolah


Data diolah berdasarkan catatan berita halmaherapost dalam kurun waktu 4 tahun terakhir

Data tersebut menunjukan meski frekuensi banjir menurun setiap tahun, tapi volume dan dampak banjir kian membesar.

Dampak Lingkungan 

Kehadiran industri ekstraktif, terutama pertambangan nikel, telah mengubah lanskap lingkungan di Halmahera Tengah. Meskipun kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi sangat besar, pengelolaan lingkungan yang kurang memadai menyebabkan berulangnya banjir di wilayah yang dekat dengan kawasan industri. Hujan ekstrem, dikombinasikan dengan perubahan fungsi lahan akibat aktivitas industri, memperparah risiko banjir.

Sejumlah warga berusaha menerobos banjir di Desa Lukulamo, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, Senin 22 Juli 2024 || Foto: ANTARA FOTO

Halmahera Tengah, khususnya di Kecamatan Weda Tengah dan Weda Timur, dikelilingi kawasan industri pertambangan nikel, seperti PT Weda Bay Nikel, PT Tekindo Energi, PT Harum Sukses Mining, PT Saphire Indonesia Mining, PT Bakti Pertiwi Nusantara, PT Darma Rosadi Internasional, dan PT First Pacific Mining.

Data Global Forest Watch mencatat bahwa sejak 2001 hingga 2022, Kabupaten Halmahera Tengah telah kehilangan 26.100 hektar tutupan pohon, setara dengan penurunan 12% tutupan pohon sejak tahun 2000. Industri nikel juga turut merusak Daerah Aliran Sungai (DAS), yang mengakibatkan 7 bencana banjir bandang sejak 2020 di sekitar wilayah industri IWIP.

Banjir yang terjadi sejak 20 Juli 2024 telah merendam Desa Woejerana, Woekop, Lelilef Waibulen, dan Desa Lukulamo di Halmahera Tengah. Sedikitnya 6.567 penduduk dan ribuan pekerja tambang yang tersebar di empat desa tersebut mengalami penderitaan akibat banjir.

Akibatnya, ekosistem hutan tidak lagi dapat menahan laju air yang bercampur dengan tanah dan material logam ke wilayah dataran rendah dan pesisir saat hujan intensi.

Keseriusan Pemerintah Dinanti

Direktur Walhi Maluku Utara, Faizal Ratuela, menyebutkan bahwa data peta overlay kawasan bencana banjir di Weda Tengah dan Weda Utara menunjukkan bahwa bencana tersebut disebabkan oleh masifnya pemberian izin konsesi pertambangan nikel.

Walhi Maluku Utara mengamati bahwa tidak ada langkah konkret dari Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara, terutama dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, dan Dinas ESDM, dalam menanggapi bencana banjir yang terjadi.

“Situasi ini jelas menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara tidak memiliki perencanaan yang memadai dalam menjalankan peran dan tanggung jawab mereka,” ujar Faizal.

Walhi mendesak agar pemerintah segera menetapkan status darurat bencana di Kabupaten Halmahera Tengah, menambah personel tanggap darurat, dan membuka posko di lokasi terdampak banjir.

Selain itu, Faizal meminta Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia untuk segera mengambil tindakan tegas dengan menghentikan aktivitas pertambangan nikel yang masih beroperasi di tengah bencana banjir.

“Langkah ini penting karena aktivitas tersebut melanggar prinsip kemanusiaan dan tidak menghargai hak asasi manusia pekerja serta warga yang saat ini menderita kerugian moril dan materil akibat banjir,” tegasnya.

Menteri Lingkungan Hidup juga diminta untuk segera membentuk tim investigasi guna menelusuri penyebab banjir, yang diduga akibat jebolnya tanggul milik PT Tekindo Energi dan PT IWIP.

“Pemerintah harus menindak tegas perusahaan tambang yang terbukti mengabaikan pengelolaan lingkungan hidup sehingga menyebabkan bencana banjir,” tambahnya.

Walhi juga mendesak pemerintah pusat untuk segera melakukan moratorium terhadap industri pertambangan nikel di Maluku Utara, terutama yang termasuk dalam kebijakan proyek strategis nasional, karena telah mengakibatkan bencana ekologi dan perampasan ruang hidup masyarakat setempat.

Berita Lainnya