1. Beranda
  2. Headline
  3. Kabar

Ekonomi

BI Utamakan QRIS sebagai Alat Pembayaran Digital di Maluku Utara

Oleh ,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Maluku Utara terus mendorong pemanfaatan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai sistem pembayaran digital utama di wilayah tersebut.

Namun, keterbatasan jaringan telekomunikasi di sejumlah daerah blank spot masih menjadi tantangan dalam implementasi kebijakan ini.

Deputi Bidang Pertukaran dan Manajemen Intern Bank Indonesia Maluku Utara, Rivo Mandey, mengatakan bahwa QRIS menawarkan kemudahan dalam transaksi yang cepat, murah, aman, dan andal. Selain itu, penerapan QRIS juga dinilai efektif dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat.

“Dengan QRIS, transaksi dapat dilakukan dengan cepat, mudah, murah, aman, dan andal. Ini juga mendorong peningkatan literasi keuangan di masyarakat,” ujar Rivo kepada Halmaherapost.com.

Ia menambahkan, sebagian besar wilayah di Maluku Utara telah dijangkau oleh infrastruktur jaringan yang memadai. Namun, beberapa daerah masih berada dalam kategori blank spot. Pemerintah daerah saat ini tengah berupaya menyediakan akses jaringan di wilayah-wilayah tersebut, dan menurut Rivo, upaya ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Untuk sektor UMKM binaan BI, QRIS telah digunakan dalam transaksi penjualan. Sementara itu, adopsi di kalangan petani dan pondok pesantren (ponpes) masih terbatas, mengingat sejumlah wilayah pertanian belum memiliki akses jaringan memadai.

Dalam mendukung digitalisasi ekonomi, BI juga menjalankan program SERUMBI (Serangkaian Kurasi UMKM) dan Wirausaha Unggulan. Program ini mencakup pelatihan dan pendampingan terkait keuangan digital, penggunaan QRIS, serta pemanfaatan marketplace sebagai kanal penjualan.

“Digitalisasi tidak hanya berhenti pada penggunaan QRIS, tapi juga bagaimana UMKM bisa memasarkan produknya secara online,” tambah Rivo.

Untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara, Rivo menekankan pentingnya kolaborasi antara BI, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya. Meski sinergi sudah berjalan cukup baik, masih ada ruang untuk meningkatkan kerja sama, terutama dalam pelaksanaan program-program strategis.

Rivo juga menyoroti tantangan dalam distribusi uang tunai di wilayah kepulauan seperti Maluku Utara. Kondisi geografis menyebabkan distribusi membutuhkan waktu dan biaya lebih besar dibandingkan wilayah lain.

Selain itu, upaya memperkuat transaksi digital masih menghadapi kendala, seperti budaya penggunaan uang tunai yang tinggi dan terbatasnya infrastruktur jaringan di sejumlah wilayah.

Dalam mengatasi hal tersebut, BI menerapkan strategi mitigasi dengan berkoordinasi bersama perbankan untuk mendata kebutuhan uang, termasuk di wilayah terpencil. BI juga melaksanakan program kas keliling 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), serta mendistribusikan uang melalui dua kas titipan di Tobelo dan Labuha.

Tak hanya itu, BI juga bekerja sama dengan TNI AL melalui program Ekspedisi Rupiah Berdaulat untuk menjangkau daerah-daerah terpencil. Program ini sekaligus menjadi bagian dari implementasi kebijakan Clean Money Policy, yaitu menarik uang lusuh dan tidak layak edar dari masyarakat di wilayah kepulauan.

Untuk memastikan ketersediaan uang baru sesuai kebutuhan, BI menetapkan proyeksi Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) berdasarkan masukan dari perbankan, indikator ekonomi, dan kondisi terkini di lapangan. Distribusi uang juga dilakukan dengan melibatkan berbagai moda transportasi, baik darat, laut, maupun udara.

Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sendiri diperkirakan mencapai angka tinggi, yakni 17–22 persen, didorong oleh industri pengolahan nikel dan efek basis (base effect). Namun, Rivo mengingatkan bahwa perkembangan geopolitik dan harga nikel global dapat memengaruhi proyeksi tersebut.

“Selain mengoptimalkan hilirisasi nikel, perlu juga dilakukan inovasi di sektor lain seperti pertanian, perikanan, pariwisata, dan ekonomi kreatif,” pungkas Rivo.

Berita Lainnya