1. Beranda
  2. Headline
  3. Kabar

Parlemen

DPRD Halmahera Selatan Minta Bupati Tinjau Pelantikan Empat Kades

Oleh ,

Komisi I DPRD Halmahera Selatan meminta Bupati untuk meninjau kembali pelantikan empat kepala desa (kades) yang dilakukan pada 25 Agustus 2025.

Pelantikan ini dinilai bertentangan dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon yang telah membatalkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan para kepala desa tersebut.

Putusan PTUN Ambon yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tersebut mewajibkan semua pihak mematuhi keputusan pengadilan. Namun, langkah Bupati melantik kembali empat kepala desa dianggap mengabaikan putusan tersebut dan berpotensi menimbulkan konflik hukum.

Empat kepala desa yang kembali dilantik adalah: Umar La Suma – Kepala Desa Gandasuli, Kecamatan Bacan Selatan, Amrul Ms. Manila – Kepala Desa Goro-goro, Kecamatan Bacan Timur, Arti Loyang, S.Pd – Kepala Desa Loleongusu, Kecamatan Mandioli Utara, dan Melkias Katiandago – Kepala Desa Kuo, Kecamatan Gane Timur Selatan.

Menanggapi hal tersebut, Komisi I DPRD Halmahera Selatan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) pada Kamis, 11 September 2025. Rapat ini bertujuan meminta klarifikasi dan penjelasan atas dasar pelantikan yang dilakukan Bupati.

Anggota Komisi I DPRD Halsel, Junaidi Abusama, menegaskan bahwa pelantikan tersebut bertentangan dengan putusan hukum yang sudah final.

“Amar putusan PTUN membatalkan seluruh tahapan Pilkades, baik substansi maupun prosedural. Tidak ada perintah untuk melantik kembali,” jelasnya.

Lebih lanjut, Junaidi menyampaikan bahwa penggunaan diskresi oleh Bupati sebagai dasar pelantikan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu seperti kekosongan hukum atau keadaan darurat, dan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” paparnya.

“Dalam kasus ini, putusan PTUN memiliki kedudukan hukum lebih tinggi dibanding diskresi Bupati. Seharusnya jabatan kepala desa diisi oleh penjabat (Pj) atau karteker sembari menyiapkan pemilihan antarwaktu,” tambah Junaidi.

Ia juga menegaskan bahwa jika pelantikan tetap dipaksakan, maka hal itu merupakan pelanggaran terhadap putusan pengadilan.

“Karena tahapan Pilkades sudah dinyatakan batal, tidak ada dasar hukum untuk melantik kembali,” tandasnya.

Berita Lainnya