1. Beranda
  2. Headline
  3. Kabar

Lingkungan Hidup

Warga Sagea-Kiya Protes Aktivitas Tambang Ilegal PT MAI yang Diduga Merusak Lingkungan

Oleh ,

Aksi protes kembali meletus di Desa Sagea-Kiya, Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, pada Senin, 13 Oktober 2025. Ratusan warga bersama Koalisi Save Sagea turun ke jalan menuntut penghentian aktivitas tambang PT Mining Abadi Indonesia (PT MAI) yang diduga beroperasi tanpa izin di atas lahan milik warga.

PT MAI disebut sebagai kontraktor dari PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining, dua perusahaan nikel yang beroperasi di kawasan Sagea. Aktivitas tambang mereka dinilai melanggar hak masyarakat adat serta menimbulkan kerusakan serius pada lingkungan hidup, terutama di Kawasan Karst Sagea dan Telaga Yonelo (Talaga Lagaelol) — dua wilayah yang memiliki nilai ekologis, kultural, dan spiritual tinggi bagi masyarakat setempat.

“Karst Sagea adalah benteng dan sumber kehidupan kami. Begitu juga Talaga Lagaelol yang menjadi bagian dari ritus dan sejarah leluhur kami,” ungkap Lada Ridwan, salah satu warga yang ikut dalam aksi tersebut.

Koalisi Save Sagea menilai, konflik antara warga dan perusahaan semakin memanas setelah insiden pada Minggu, 12 Oktober 2025, ketika sejumlah karyawan PT MAI diduga merusak dua mobil milik warga menggunakan alat berat perusahaan. Aksi tersebut memicu kemarahan warga yang kemudian melakukan blokade terhadap jalur operasional perusahaan hingga saat ini.

Juru Bicara Koalisi Save Sagea, Mardani Legayelol, menegaskan bahwa aktivitas tambang PT MAI tidak hanya ilegal, tetapi juga bertentangan dengan sejumlah regulasi nasional dan daerah. Ia menyebut, operasi tambang tersebut melanggar Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029, yang menetapkan Kawasan Karst Bokimoruru (Sagea) sebagai kawasan prioritas konservasi nasional. Selain itu, kegiatan tambang juga dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Halmahera Tengah 2024–2043, yang mengatur wilayah Sagea sebagai zona konservasi kelas I.

Selain pelanggaran tata ruang, Koalisi Save Sagea menuding PT MAI beroperasi tanpa kelengkapan dokumen hukum seperti Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk pembangunan jetty, serta dokumen persetujuan lingkungan dari pemerintah.

“Ini bukan sekadar soal tambang, tapi soal masa depan tanah dan air kami. Perjuangan ini adalah bentuk perlawanan untuk mempertahankan kehidupan dan identitas budaya masyarakat Sagea,” tegas Mardani.

Berita Lainnya