Pers
Siapa Sebenarnya Jurnalis Hari Ini: Influencer, Media, atau Algoritma?
“Opini publik mulai bergeser. Sekarang influencer bisa mempengaruhi media dan publik secara bersamaan,” ujar Helena Rea, Head of Project BBC Media Action Indonesia, membuka diskusi yang memantik perhatian para pelaku media di ajang Indonesia Digital Conference (IDC) 2025.
Pernyataan Helena menggambarkan pergeseran besar dalam lanskap konsumsi informasi publik. Jika dulu media konvensional menjadi sumber utama pembentuk opini, kini peran itu mulai direbut oleh new media dan influencer yang mampu menjangkau audiens secara langsung, cepat, dan emosional.
Dalam panel diskusi yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di The Hub Sinarmas Land, Jakarta, Kamis 23 Oktober 2025, Helena menegaskan bahwa media tradisional kini menghadapi tantangan adaptasi terhadap format digital yang lebih cair dan interaktif.
“Ketika audiens bergeser ke influencer dan media baru, pertanyaan pentingnya adalah: siapa sebenarnya jurnalisnya?” ujarnya.
Anggota Dewan Pers Rosarita Niken Widiastuti menambahkan, istilah new media memang belum memiliki definisi baku. Namun, dalam praktiknya, ruang ini telah diisi oleh influencer yang aktif mengolah dan menyebarkan informasi.
“Influencer punya kedekatan emosional dengan audiens, sesuatu yang kadang tidak dimiliki media arus utama,” kata Niken.
Sementara itu, Wahyu Aji, CEO Good News From Indonesia (GNFI), memandang bahwa new media kini berpusat di media sosial, tetapi suatu saat influencer yang beroperasi tanpa “rumah media” (homeless media) akan bermigrasi ke situs web dan berkembang menjadi media arus utama.
“Kami belajar dari kebutuhan audiens. Mereka tidak hanya ingin berita, tapi juga konten tentang hobi, kuliner, hingga hal-hal lokal. New media bisa menyajikan informasi dengan cara yang lebih santai dan sesuai selera publik,” jelas Wahyu.
Namun, di balik fleksibilitas itu, tantangan besar menanti: verifikasi informasi. Menurut Wahyu, kecepatan menjadi pedang bermata dua.
“Respons publik terhadap informasi begitu cepat, sehingga kami terpacu memproduksi konten lagi dengan cepat. Di situ kadang muncul masalah framing yang kurang bijak,” ujarnya.
COO KapanLagi Youniverse (KLY) Wenseslaus Manggut menyoroti bahwa jurnalis dan influencer kini memiliki peran yang makin beririsan.
“Wartawan berpengalaman seharusnya bisa menjadi influencer di bidangnya. Tapi banyak yang kurang percaya diri tampil, padahal ketika orang yang paham bicara langsung ke publik, pengaruhnya bisa jauh lebih kuat,” ujarnya.
Para pembicara sepakat bahwa kolaborasi antara media arus utama, new media, dan influencer perlu terus dibangun. Tujuannya bukan sekadar menjaga kredibilitas informasi, tetapi juga memastikan agar narasi publik terbentuk secara sehat di tengah derasnya arus digitalisasi.
Ajang tahunan Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 yang digelar AMSI tahun ini mengusung tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, membahas pentingnya kedaulatan industri media di era transformasi digital berbasis kecerdasan buatan (AI).