Sorotan
Warga Ngade Protes, Dinas PUPR Ternate Disebut Halangi Sertifikat Tanah
Puluhan warga di RT 07 RW 05, Kelurahan Ngade, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, meluapkan kekecewaan mereka karena sertifikat lahan yang telah dibeli sejak lama tak kunjung diterbitkan.
Padahal, seluruh pembayaran untuk kavlingan tanah milik Nurjana Nesi telah dilunasi. Warga menuding lambannya penanganan dari instansi terkait serta sikap saling lempar tanggung jawab di lingkup pemerintah menjadi penyebab utama persoalan tersebut berlarut-larut.
Mereka bahkan menilai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Ternate menjadi pihak yang paling menghambat proses penerbitan sertifikat karena menolak permohonan warga dengan alasan belum sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Perwakilan warga, Desy, menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate dalam pertemuan yang digelar di Kantor Lurah Bastiong Karance, Sabtu malam, 8 November 2025.
“Pertama, pemerintah harus memfasilitasi pemilik lahan dan pengembang untuk menyelesaikan status lahan ini. Kedua, penyelesaian harus segera dilakukan karena menyangkut hajat hidup banyak orang. Ketiga, Pemkot harus serius dan mengambil langkah konkret, bukan hanya janji,” ujarnya.
Warga juga mendesak agar Pemkot Ternate meninjau ulang tata ruang wilayah yang saat ini masih menetapkan kawasan tersebut sebagai Hutan Konversi Produksi Tidak Produktif (HKPTP). Mereka berharap status lahan itu dapat diubah menjadi kawasan permukiman agar sertifikat tanah bisa diterbitkan.
Selain itu, warga meminta Gubernur Maluku Utara, Serly Laos, turun tangan menyelesaikan persoalan yang telah berlarut-larut tersebut.
Pengembang lahan, Adi, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, mengaku telah berulang kali melakukan mediasi, termasuk dengan DPRD Kota Ternate, namun hingga kini belum ada hasil.
“Saya sudah berusaha keras agar sertifikat bisa diterbitkan. Pihak BPN/ATR bilang bisa, tapi Dinas PUPR menolak dengan alasan belum sesuai tata ruang. Akhirnya kami tidak bisa bergerak,” ungkapnya.
Adi menuturkan, proyek pengkavlingan lahan bahkan telah dihentikan Dinas PUPR selama enam bulan terakhir. Padahal, sebanyak 97 pembeli telah melunasi pembayaran dengan harga antara Rp30 juta hingga Rp35 juta per kavling.
“Saya sudah berjanji kepada pembeli bahwa sertifikat keluar paling lambat Desember 2025. Tapi kalau seperti ini, kepercayaan mereka kepada saya bisa hilang,” ujarnya kecewa.
Menurut Adi, sikap Dinas PUPR bertolak belakang dengan hasil kajian Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah II Ternate–Tidore. Pejabat KPH, Ibrahim, menyebut lahan tersebut memang masuk dalam kawasan HKPTP, tetapi aman untuk dibangun permukiman.
“BPN/ATR siap memproses sertifikat, tapi Dinas PUPR melarang dengan alasan tata ruang. Kami bingung, karena pemerintah sendiri tidak satu suara,” tegas Adi.
Berdasarkan Surat Keterangan Tidak Sengketa Nomor 59/04/2024 yang dikeluarkan Lurah Ngade, Farid Fabanyo, lahan atas nama Nurjana Nesi seluas kurang lebih 30.000 meter persegi di Kelurahan Ngade dinyatakan tidak dalam sengketa.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas PUPR Kota Ternate belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan warga dan pengembang tersebut.