Opini

Jelang PSU Pilkada Halmahera Utara

SETELAH Mahkamah Konstitusi memutuskan 4 TPS dan 1 TPS diadakan di PT NHM untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), suhu politik kini kian memanas, meski belum ada jadwal pasti hari dan tanggal dihelat PSU. Dua kubu, antara barisan petahana dan kompetitor saling klaim kemenangan pada PSU nanti.

Begitu rasa ketegangan politik antar dua barisan tersebut. Ironisnya, harusnya kedua barisan bersepakat mengedepankan keadaban politik seiring nilai-nilai demokrasi yang ideal.

Tapi justru dalam ruang-ruang publik, terutama di grup “QuoVadisHalamhera Utara”, berseliweran narasi politik yang tidak memiliki nilai edukasi terhadap pemilih.

Saling menyerang, namun tidak memperhatikan kebobotan narasi politik. Kebobotan narasi politik yang berdasar data, bisa diterima oleh nalar publik adalah suatu hal yang urgen dalam membangun peradaban politik yang berkualitas.

Bukan menyebarkan narasi politik yang akurasi data diragukan guna jatuhkan lawan politik karena syahwat politik kekuasaan.

Kampanye Negatif

Syahwat politik kekuasaan membuat ragam cara dilakukan walaupun menciderai demokrasi. Pionnya bukan calon, tetapi para Tim Sukses pada Pilkada lalu.

Mereka kembali membangun narasi politik yang diharap bisa pengaruhi pemilih di TPS yang dilaksanakan PSU. Herannya, narasi politik yang dikonstruksi bersifat negatif dialamatkan pada lawan politik; agar calon yang didukung bisa duduk di singgasana kekuasaan.

Dengan cara membuat akun facebook yang mirip dengan pendukung lawan politik, seolah-olah berada di posisi petahana atau sebaliknya, kemudian mengepos narasi politik yang menjatuhkan. Tentu ini tanda bahwa euforia politik kita sekadar menangkan calon yang didukung, tetapi tidak pada semangat mencerdaskan pemilih.

Semangat politik yang berpola ide dan gagasan adalah harapan yang diletakkan pada kawula muda sebagai pemegang estafet politik di masa mendatang. Sehingga, saat calon percayakan menjadi bagian dalam barisan, adalah kesempatan mengubah gaya kampanye yang negatif lebih pada tarung ide dan gagasan.

Kawula muda harus bertugas kembalikan esensi politik pada khitahnya yakni, 'berjuang untuk kemaslahatan publik'. Dan itu dilalui dari proses politik yang sehat, adil, jujur, dan bermartabat. Dan ide dan gagasan menjadi kompas berpolitik dalam membangun peradaban politik yang di cita-citakan.

Edukasi Politik

Esensi politik menjadi buram, kala narasi politik lebih pada saling menjatuhkan. Melang PSU, kedua barisan mestinya menjaga narasi politik yang tidak membuat gaduh. Terutama bangun gagasan politik yang mengedukasi pemilih yang hendak digelar PSU.

Karena 5 TPS ini menjadi penentu, siapa yang harus memimpin daerah berjuluk “HibuaLamo” ini. Tidak guna menyuap pemilih dengan uang dan postingan yang menjatuhkan lawan politik, agar bisa menggaet suara pemilih pada helatan PSU nanti.

Yang berguna dan penting adalah biasakan berpolitik dengan pola politik yang edukatif, tanpa menebar berita hoaks. Hoaks dan politik uang menjadi strategi politik yang langgeng dimainkan dalam tiap pesta politik. Juga dalam helatan PSU, hoaks kini mulai bertebaran di media sosial.

Sementara, politik uang diproyeksi jadi potensi marak pada PSU Kabupaten Halmahera Utara. Dengan itu, media sosial menjadi sarana edukasi politik yang penting dimanfaatkan dalam menangkal politik uang dan informasi hoaks. Mengingat, dalam PSU tidak ada agenda untuk berkampanye langsung oleh kedua calon.

Mutlaben Kapita

Peneliti di Indicator Development, Economy & Politic

Penulis:
Editor: Nurkholis Lamaau

Baca Juga