Opini

PT NHM: Menambang dengan Hati?

Immamuddin Ayub, Petani di Desa Akelamo, Halmahera Utara, saat menyiram tomat di kebun miliknya || Foto: Istimewa

Selain itu, dalam pengolahan PPM, PT NHM ingin membangun sistem transparansi. Di beberapa media PT NHM mengklaim bahwa telah berhasil melaksanakannya. Namun sampai saat ini, masyarakat lingkar tambang masih sulit untuk mengaksesnya. Jangankan itu, sekelas DPRD Halmahera Utara pernah kesusahan untuk mendapatkannya.

Kita perlu menalar ulang kesadaran, apakah masyarakat lingkar tambang adalah tamu yang datang dan meminta atau melainkan tuan yang mesti dilayani? Hingga pelbagai hak yang semestinya kita dapati, menjadi terkatung-katung tak pasti. Bukankah seluruh informasi yang tidak berkaitan dengan keamanan negara, masyarakat berhak untuk mengetahuinya, kenapa harus terkesan ditutupi?

Betapa sulitnya menikmati kekayaan alam di tanah sendiri. Menjadi penonton yang dipaksa melihat kekayaan alamnya dikeruk, diperah, dan dihabiskan menjadi pilihan tak terhindar.

Tidak terdengar lagi suara-suara dari megafon dan sound sistem, langit-langit lingkar tambang telah kehilangan raungan-raungan para Sangaji, Kapita, Fanyira, bahkan masyarakat yang meminta haknya. Mungkin mereka sudah kehilangan taring dan tak bernyali, atau mungkin juga telah terbeli. Entahlah.

Pelbagai fakta lapangan ini, mengisyaratkan bahwa pepatah “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” harus diganti menjadi “di mana PT NHM berpijak, di situ ia harus dipuji”. Atau dengan kata lain, kita terbuai dengan sedikit keberhasilan program yang diusungkan PT NHM melalui citra media, tapi kekayaan alam terkeruk dan hasilnya, hanya secuil yang dinikmati oleh masyarakat lingkar tambang.

Kita harus menyuarakan pada PT NHM bahwa ia perlu belajar pelajaran pertama moralitas: kejujuran.

Selanjutnya 1 2 3

Baca Juga