Lingkungan Hidup
Dampak 5 Tahun IWIP, Begini Kondisi Lingkungan dan Sungai di Halmahera Tengah

Perbedaan antara Halmahera dan pulau-pulau kecil sekitarnya dengan pulau-pulau besar adalah karakteristiknya yang sempit dan pendek, jelas Manager Kampanye dan Intervensi Kebijakan Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra. Pendekatan terhadap pemanfaatan wilayah ini harus hati-hati dan tidak bisa digeneralisasi. Namun, izin tambang nikel seluas 201 ribu hektar telah diberikan kepada 43 perusahaan, membebani Halmahera dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Lebih lanjut, 180.587 hektar berada di Hutan Lindung dan Hutan Produksi. Ini mengakibatkan situasi memburuk di Halmahera dan pulau-pulau kecil, dengan kerusakan hutan di konsesi pertambangan nikel sebesar 7.565 hektar dari 2017 hingga 2021. Diperkirakan kerusakan ini akan terus meningkat menjadi 157 ribu hektar di masa depan akibat tambang nikel ini.
"Tumpang tindih perizinan pertambangan nikel dengan konsesi HPH, HTI, dan kebun menunjukkan lemahnya tata kelola sumber daya alam dan kurangnya transparansi dalam perizinan tambang di kawasan hutan. Hal ini mencerminkan asimetri informasi yang buruk," tegas Anggi Putra.
Sagea Diincar Tambang Nikel dan Karst
Sejak pertengahan Januari 2010, Sagea telah menjadi target tambang. PT First Pasific Mining (FPM) dan PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia, keduanya bergerak dalam tambang nikel, telah mendapatkan izin dari Bupati Halmahera Tengah hingga 2014 untuk FPM dan hingga 2030 untuk Zhong Hai. Selain tambang nikel, ada juga rencana eksplorasi PT Gamping Indonesia pada tahun 2019 yang ingin menggali cadangan karst di Sagea. Namun, rencana ini ditolak oleh warga.
Wilayah Sagea juga direncanakan menjadi pendukung kawasan industri. Dokumen perencanaan kementerian terkait RDTR Kawasan Industri Teluk Weda menunjukkan rencana untuk pembangunan rumah susun bagi para pekerja IWIP. Warga Sagea tidak ingin kerusakan lingkungan terjadi di kampung halaman mereka.
Warga ingin keindahan dan potensi wisata di Sagea tetap terjaga. Selain kebun pala, cengkeh, dan kelapa yang telah memberikan kesejahteraan bagi mereka, warga juga mengambil manfaat dari wisata Gua Boki Moruru dan Sungai Sageyen, yang menghasilkan pendapatan dari retribusi masuk gua senilai ratusan juta rupiah.
"Kerusakan lingkungan akibat tambang dan pembabatan hutan merambat hingga puluhan kilometer ke Sagea, yang berjarak sekitar 10 km dari IWIP," ungkap Muh Jamil, Kepala Divisi Advok
Komentar