Pemilu 2024

Provinsi Maluku Utara Terpapar Risiko Tinggi Kampanye SARA, Hoax, dan Ujaran Kebencian

Ketua Bawaslu Maluku Utara, Hj Masita Nawawi || Foto: Halik Djokrora

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama lintas sektor untuk melakukan edukasi massif dan intensif kepada pemilih dan masyarakat tentang bahaya penggunaan SARA, hoax, dan ujaran kebencian terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Patroli pengawasan siber yang intensif juga penting untuk mencegah potensi politisasi SARA, hoax, dan ujaran kebencian di media sosial," ucap Masita.

Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, menyoroti isu kampanye di media sosial sebagai fenomena utama dalam era kampanye saat ini. Meskipun media sosial memiliki keunggulan dalam mencapai audiens yang lebih luas, ia juga menyadari ancaman serius yang muncul seiring perkembangan ini, seperti penyebaran ujaran kebencian, penyebaran berita palsu (hoax), serta politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang sering terjadi dalam kampanye di media sosial.

Lolly menggarisbawahi pentingnya pemetaan kerawanan dalam kampanye di media sosial sebagai langkah pencegahan. Berdasarkan data yang diperolehnya, terlihat bahwa pada tingkat provinsi, ujaran kebencian mencapai 50 persen, diikuti oleh hoax sebesar 30 persen, dan SARA sebesar 20 persen. Sementara itu, di tingkat kabupaten, isu hoax mencapai 40 persen, ujaran kebencian 33 persen, dan SARA 27 persen.

"Jika tiga isu kerawanan ini tidak segera ditangani, dikhawatirkan dapat memicu terjadinya konflik dan kekerasan di antara masyarakat," kata Lolly.

Untuk mengatasi masalah ini, Bawaslu, kata Lolly, mengusulkan perlunya kerjasama dari berbagai pihak untuk membentuk "Shield Community" atau Komunitas Penjaga, yang terdiri dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, platform media sosial, penyelenggara pemilihan, dan komunitas masyarakat.

"Tujuan dari komunitas ini adalah melawan penggunaan SARA, hoax, dan ujaran kebencian di media sosial," ucap Lolly.

Lolly juga menekankan perlunya kolaborasi untuk membentuk bank data atau pusat informasi yang berisi informasi terpercaya, yang dapat digunakan sebagai alat untuk melawan penggunaan SARA, hoax, dan ujaran kebencian di media sosial.

Semua langkah ini harus didukung dengan upaya edukasi yang masif kepada pemilih dan masyarakat, dengan bersama-sama mengkampanyekan bahaya penggunaan SARA, hoax, dan ujaran kebencian di media sosial terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Selain itu, perlu dilakukan patroli pengawasan siber secara intensif untuk mencegah potensi serta perkembangan politisasi SARA, hoax, dan ujaran kebencian di media sosial," tandas Lolly.

Selanjutnya 1 2
Penulis: Firjal Usdek
Editor: Firjal Usdek

Baca Juga