Agraria
Hutan Halmahera Terancam: SIEJ Maluku Utara Bahas Deforestasi dan Kejahatan Lingkungan

Belajar dari kondisi yang terjadi di Kalimantan Barat, Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia atau The Society of Indonesian Evironmental Journalists (SIEJ) SIMPUL Malut
Diskusi dengan tema Deforestasi dan “Kejahatan Hilirisasi di Hutan Halmahera” itu menghadikan empat pembicara lokal, Direktur FOSHAL Malut, Mahmud Ici, Dosen Kehutanan Unkhair - Ketua Hatian FKDAS MKR Maluku Utara, Much. Hidayah Marasabessy, Sekretaris Dinas Kehutanan Malut, Achmad Zakih, dan Koordinator Burung Indonesia Program Kepulauan Maluku, Benny Aladin.
Koordinator SIEJ simpul Malut, Ikram Salim menuturkan, Malut saat ini tengah menghadapi deforestasi akibat kerusakan lingkungan. Program hilirasi nikel yang digaungkan Jokowi membuat penambang nikel makin agresif membabat hutan yang menyebabkan lajut reforestasi tidak dapat dikendalikan.
“Sudah pasti aktivitas penambangan ini dimulai dengan land clearing atau pembersihan area, otomatis ada pembabatan pohon sehingga kita kehilangan tutupan hutan,” kata Ikram.
Apalagi Malut saat ini memiliki lebih dari 213.960 hektare hutan yang telah dikepung izin usaha pertambangan (IUP).
Berdasarkan data dari Foshal Malut di Halsel terdapat 15 izin dengan total luas konsesi 32.236 ribu hektare. Kemudian untuk IUP nikel juga mencaplok Halmahera Timur dan Halmahera Tengah dengan 4 izin dan luas konsesi 70.287 hektare.
“Data analisis spasial Global Forest Watch sejak 2001 – 2022 menunjukan Halteng kehilangan 26,1 ribu hektare tutupan pohon, ini setara dengan penurunan 12 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, karena itu perlu ada upaya bersama untuk mebicarakan hal ini secara terus dan dibarengi dengan aksi, kami jurnalis sudah pasti mengambil peran ini untuk menyampaikan kondisi serius melalui liputan mendalam,” jelas Ikram.
Mahmud Ici menjelaskan, beberapa waktu warga Malut dihebohkan dengan suku Tobelo Dalam yang mendiami hutan Halteng keluar hutan dan masuk ke area tambang untuk meminta makanan kepada pekerja tambang.
“Ini menunjukan bahwa hutan yang mereka tempati sudah rusak, hutan yang dulu menjadi sumber penghidupan mereka sudah rusak karena ekstraksi tambang,” kata Mici sapaan kerennya.
Komentar