Agraria
Hutan Halmahera Terancam: SIEJ Maluku Utara Bahas Deforestasi dan Kejahatan Lingkungan

Mici bilang, perusahaan tambang di Halmahera juga mengakibatkan penghacuran tanaman produktif petani seperti pala, cengkih, dan kepala serta menurunkan produktivitas penangkapan ikan yang menjadi sumber ekonomi warga desa di lingkar tambang.
“Kedepan nanti orang-orang di Halmahera tidak tahu jenazah mereka mau kubur dimana karena semua lahan sudah punya IUP,” tandas jurnalis Mongabay Indonesia dan Pemred Halmaherapedia.com itu.
Ketua Harian FKDAS MKR Maluku Utara, Much. Hidayah Marasabessy berujar, lebih dari 22 ribu hektar pulau kecil di Halmahera Tengah menjadi pusat produksi perkebunan sekarang semuanya terancam digusur.
“Kita memang sedih, bahwa ini ada dampak serius terhadap masyarakat, bahkan pasti akan terjadi perampasan ruang hidup dan itu sistematis terjadi,”kata Hidayah.
Menurutnya, kerusakan ekologi di Indonesia adalah dampak dari kebijakan pemerintah melalui undang-undang. Karena itu, perlawanan massa secara terorganisir perlu dilakukan secara berulang.
“Kita bicara soal kerusakan lingkungkan dan pemanasan global dan semua orang berfikir itu sebagai pandemi tentu semua orang akan bahu membahu dan sudah bersedia memberi tubuh untuk divaksin. Jika ini menjadi pandemi tentu akan menjadi isu sangat besar,” ujar dia.
“Hilirisasi ini adalah semua cara mengalihkan itu untuk kepentingan tertentu, karena hilirisasi itu tidak benar-benar, kalau mau harus ada mobil juga di sini. Dan yang harus kita kejar adalah kebijakan kehutanaan kita seperti UU Cipta Kerja, karena begitu banyak kelemahan dalam UU ini karena itu perlu kita perkarakan,” tambah Hidayah.
Sementara Koordinator Burung Indonesia Program Kepulauan Maluku, Benny Aladin menjelaskan, ekstraksi tambang berdampak langsung pada keanekaragaman hayati (biodiversity). Tambang menjadi momok sosial, masyarakat dan bom keanekaragaman hayati.
“Hilangnya habitat asli satwa endemik seperti burung, di Malut ada 9 jenis Kakatua yang tersebar di hutan Halmahera. Dari tahun 1994-2020 terjadi penyusutan hingga 90 persen populasinya. 10 tahun awalnya itu disebabkan oleh perburuan, tetapi berikutnya adalah akibat rusaknya habitat alami akibat peralihan fungsi lahan,” jelas Benny.
“Jadi sudah ada 2 musuh untuk satwa di sini yakni perburuan dan tambah lagi itu peralihan fungsi hutan akibat tambang,” tambahnya.
Komentar