Opini

Sula dan Problem Kemiskinan

Istimewa

Oleh: Ihsan Umaternate dan Darwis Gorantalo

(Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Sula)

Sebagai daerah tertinggal, Kabupatean Kepulauan Sula, tentu masih begitu banyak problem yang membutuhkan perhatian lebih untuk dikaji, ditata dan diperbaiki. Terutama problem kemiskinan yang nampak masih menganga, karena statusnya daerah ini masih kategori tertinggal. Pertanyaan mendasarnya adalah, mengapa Kabupaten Kepulauan Sula masih tertinggal dan kemiskinan tidak dapat teratasi?

Kami melihat bahwa, ketertinggalan dan kemiskinan ini bukanlah problem kultural, melainkan struktural. Persoalan stuktural yang kami maksudkan adalah terkait dengan kebijakan pembangunan masih menyisakan ketimpangan dan ketidakadilan begitu melebar. Oleh karena selama ini, kebijakan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Sula masih bertumpu pada logika patron klien, kepentingan golongan dan relasi kuasa.

Sederhananya siapa yang punya akses di tingkat kekuasaan, maka, dialah yang diuntungkan. Pun sebaliknya, tidak punya akses (relasi kuasa) tidak akan mendapat sesuatu apapun. Trimo Yulianto menulis, kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan masih bersifat menyimpang. Menyimpang dalam artian kebijakan tidak menyentuh pada kebutuhan dasar masyarakat—justru dijadikan proyek meraup untung oleh patron. 

Pendekatan patron klien yang digunakan elit politik, pejabat publik tentu akan berdampak luas terhadap kebijakan: kemacetan pembangunan. Cukup banyak fakta mengenai program pembangunan seperti misalnya infrastruktur jalan dan jembatan yang mangkrak, terbengkalai dan begitupun pembangunan ekonomi di sektor pariwisata. Begitu banyak anggaran daerah yang digelontorkan, tetapi, membeku di kantong-kantong manipulator dan masyarakat terus-menerus meratap kemiskinan tak ada ujung tepinya. 

Begitupun dengan pembangunan manusia. Kami melihat selama ini belum ada perhatian serius pemerintah daerah dalam upaya meningkat kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kurang lebih sepuluh (10) tahun, hampir kita tidak temukan anak-anak yang berlatar belakang ekonomi tidak mampu (masyarakat miskin) dibiayai oleh pemerintah daerah—baik di tingkat S1 maupun S2. Padahal menurut hemat kami, kualitas sumber daya manusia menjadi indikator utama kemajuan suatu daerah.

Kebijakan yang bertumpu pada tradisi patron klien, kepentingan golongan, kinerja birokrasi tidak rasional, penyimpangan, adalah problem mendasar yang membuat Kabupaten Kepulauan Sula belum mampu keluar dari jeratan ketertinggalan. Sebagai akibatnya, berbagai program yang selama diprakarsai untuk memerangi kemiskinan oleh pemerintah menjadi mandek dan terbengkalai. Dampak yang ditimbulkan dari kondisi ini semakin meroket kembali angka kemiskinan.

Kemiskinan…pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (Britha Mikelsen, 2003). Kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh orang miskin tersebut, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya (Soegijanto Soegijoko, 1997). 

Sedangkan kemiskinan menurut Bappenas (2004) adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar manusia tersebut meliputi: terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.

Defenisi kemiskinan tersebut di atas, menurut pencermatan kami cukup relevan di Kabupaten Kepulauan Sula. Seperti misalnya, pertama, masih banyak masyarakat Sula mengalami keterbatasan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, perumahan dan atau rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kedua, kesempatan kerja dan peluang usaha bukannya terbuka-lebar—justru semakin terbatas dari tahun ke tahun, sebagai akibatnya penggangguran makin meningkat.

Ketiga, ketidakmampuan masyarakat miskin dalam memanfaatkan sumber daya alam adalah akibat dari masalah keterbatasan akses dan capacity building. Masalah-masalah tersebut, terjadi dan terpelihara dengan baik dikarenakan ketidakmampuan, ketidakpedulian pemerintah daerah dalam mengidentifikasi akar masalah serta program pembangunan pun tidak sesuai dengan kondisi hidup masyarakat. Dan lebih parah lagi, adalah tidak ada partisipasi masyarakat dalam penyusunan program/kebijakan pembangunan. 

Berdasarkan pertimbangan itu, sehingga, apabila masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula menitipkan amanah kepada kami (ISDA) dan bila terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati, maka, kami akan berupaya mengerahkan segala kemampuan kami untuk memenuhi hak dasar masyarakat. Dan yang akan kami lakukan adalah, pertama, menerapkan etos kerja birokrasi yang baik dan rasional. Agar supaya terciptanya model pelayanan yang ramah dan beretika di ranah birokrasi.

Kedua, meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat memanfaatkan sumber daya alam secara maksimal. Dengan begitu, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan kebutuhan lainnya secara mandiri dan berkelanjutan. Ketiga, menggelontorkan anggaran pendidikan bagi masyarakat miskin dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Keempat, mengembangkan sektor perikanan dan keluatan, pertanian dan mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM). Sebagai upaya membuka peluang kerja dan peluang usaha untuk masyarakat—terutama di kalangan pemuda-pemudi. Kelima, menyediakan infrastruktur yang memadai sebagai faktor penunjang perekonomian masyarakat.

Dengan demikian, strategi pengentasan kemiskinan yang akan kami (ISDA) lakukan adalah mengikuti apa dikemukakan oleh Bank Dunia, bahwa setiap dekade strategi pengentasan kemiskinan mengalami perkembangan mulai dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, pengembangan kesehatan dan pendidikan, perlindungan sampai dengan pemberdayaan kaum miskin. Strategi ini dibadi menjadi dua, dengan menggunakan pemikiran Gunnar Adler Karlsson dikutip dalam Andre Bayo Ala (1981) yaitu jangka pendek dan panjang. 

Strategi jangka pendek yaitu memindahkan sumberdaya-sumberdaya kepada kaum miskin dalam jumlah yang memadai. Perbaikan keadaan kemiskinan dalam jangka pendek diantaranya menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki distribusinya secara merata. Strategi jangka panjang dengan menumbuhkan swadaya setempat. Perbaikan dalam jangka panjang dengan memperbaiki dan memenuhi harkat hidup secara individu dan masyarakat yang bermartabat.  Bersambung 

Penulis:

Baca Juga