Survey

Survey: Benny Kalah dari Husain di Ternate! Dua Paslon Stagnan, Sherly Kuda Hitam

Litbang Halmahera Post merilis hasil survei elektabilitas calon gubernur Maluku Utara di Kota Ternate, yang dilaksanakan pada 4 hingga 11 Oktober 2024. Survey dilaksanakan pada sebelum kejadian naas yang menimpa cagub nomor 4 Benny Laos, di Taliabu, Sabtu 12 Oktober 2024, akhir pekan lalu.

Survei ini menunjukkan pasangan Sultan-Asrul unggul dengan elektabilitas sebesar 57,6%, disusul oleh Benny Laos-Sarbin dengan 27,6%. Di posisi ketiga, AM-SAH meraih 9,1%, dan MK-BISA hanya mendapatkan 5,3%. Sementara itu, sebanyak 0,4% pemilih masih belum menentukan pilihannya (undecided voters).

Hasil survei ini menunjukkan adanya pergeseran signifikan dibandingkan dengan survei sebelumnya yang dilakukan pada 31 Agustus hingga 7 September 2024. Saat itu, pasangan Sultan-Asrul, yang diusung PDIP, Partai Buruh, dan Ummat, hanya unggul tipis dengan 42,7%, terpaut 3,2% dari Benny Laos-Sarbin, yang didukung oleh koalisi besar Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, PPP, Gelora dan PSI, dengan 39,5%.

Namun, dalam survei terbaru ini, pasangan Sultan-Asrul berhasil meningkatkan dukungannya hingga 57,6%, sementara Benny Laos-Sarbin justru mengalami penurunan elektabilitas hingga 27,6%.

Perbandingan hasil survei ini menunjukkan adanya perubahan sikap pemilih di Kota Ternate dalam kurun waktu satu bulan. Penurunan drastis pada elektabilitas Benny Laos-Sarbin ini tidak lepas dari pengaruh pernyataan Sultan Ternate, Mudaffar Syah, yang menyatakan dukungan terbuka kepada Benny Laos, pada 23 September 2024, lalu melalui akun instagramnya. Pernyataan ini direspons oleh sebagian masyarakat, yang melihatnya sebagai bentuk intervensi politik dari pihak yang seharusnya netral. Hal ini menyebabkan berpindahnya dukungan ke pasangan Sultan-Asrul, yang dianggap lebih independen dalam kampanye mereka.

Direktur Litbang Halmahera Post, Jufri Abubakar, mengungkapkan bahwa pernyataan Sultan Ternate tersebut menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan elektabilitas Benny Laos. “Dukungan Sultan Ternate terhadap Benny Laos seharusnya memperkuat posisinya, namun yang terjadi justru sebaliknya. Banyak pemilih suku  Ternate yang menilai bahwa politik seharusnya dijalankan dengan kebebasan tanpa campur tangan pihak lain, sehingga mereka beralih mendukung Sultan-Asrul yang dipandang lebih merakyat,” jelas Jufri.

Namun, di sisi lain, posisi AM-SAH dan MK-BISA relatif stagnan. Kelemahan utama AM-SAH di Ternate adalah karena mesin partai pendukungnya tidak bergerak signifikan, sehingga sulit untuk membangun basis dukungan yang lebih kuat. Sedangkan, MK-BISA menghadapi tantangan yang berbeda, yaitu sulit mendapatkan simpati dari banyak warga Ternate. Hal ini disebabkan oleh persepsi publik yang melekat pada MK sebagai saudara mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba. Citra ini semakin sulit dilepaskan karena seluruh proses sidang korupsi Abdul Gani Kasuba berlangsung di Ternate, yang secara langsung mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap MK-BISA.

Jufri menambahkan bahwa “Dinamika ini menunjukkan bahwa dalam politik elektoral, latar belakang pribadi dan keluarga bisa menjadi faktor krusial yang mempengaruhi persepsi pemilih. AM-SAH dan MK-BISA masih memiliki peluang, namun mereka perlu bekerja keras untuk mengubah persepsi publik dan menggerakkan mesin partai mereka jika ingin mengejar ketertinggalan dalam sisa waktu kampanye.”

Jufri juga menambahkan bahwa kontestasi di Kota Ternate akan semakin menarik dalam 30 hari terakhir menjelang masa tenang pemilihan. Hal ini terutama disebabkan oleh keputusan Sherly, yang kini didaulat menggantikan Benny Laos. “Sherly menjadi satu-satunya kontestan perempuan pertama dalam sejarah Pilgub Maluku Utara, dan tentunya ini akan membawa angin segar dalam dinamika pemilihan. Kehadiran Sherly di panggung politik memberikan warna baru dan diharapkan mampu menarik perhatian serta dukungan dari pemilih, terutama perempuan,” ujarnya.

“Sherly bisa jadi Kuda Hitam atau Kuda Troya dalam politik elektoral Maluku Utara. Sebagai kuda hitam, dia berpotensi mengejutkan dengan dukungan yang tak terduga, sementara sebagai kuda Troya, dia bisa menarik simpati dari pemilih yang selama ini mungkin enggan berpartisipasi dalam politik, namun terpengaruh oleh kehadirannya. Situasi ini bisa memicu perubahan yang signifikan, terutama menjelang pemilihan,” tambah Jufri

Dengan semakin dekatnya waktu pemilihan, dinamika ini menunjukkan bahwa elektabilitas calon gubernur tidak hanya ditentukan oleh visi dan misi, tetapi juga oleh persepsi publik terhadap interaksi politik yang terjadi di sekitar mereka.

"Para kandidat harus lebih peka terhadap perubahan sentimen pemilih yang dapat mempengaruhi hasil akhir pemilihan," tandas Jufri.

Penulis: Firjal Usdek
Editor: Ramlan Harun

Baca Juga