Efisiensi Anggaran

Akademisi: Gubernur Serly Perlu Terbuka Soal Kebijakan Efisiensi, Deprov Harus Jalankan Fungsi

Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Khairun, Asiz Hasyim, menegaskan pentingnya keterbukaan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam kebijakan efisiensi belanja daerah. Ia juga mendesak DPRD Maluku Utara agar tidak pasif dan segera menjalankan fungsi pengawasannya sesuai mandat konstitusi.

Kebijakan efisiensi yang dijalan Gubernur Sherly dinilai tertutup dan tidak transparan. Menurut Asiz, eksekutif seharusnya menyampaikan secara terbuka bentuk serta objek efisiensi kepada DPRD, karena menyangkut struktur belanja APBD yang telah disahkan melalui paripurna.

“Apapun bentuk efisiensi, harus disampaikan ke DPRD, karena menyangkut struktur belanja APBD yang sudah disahkan lewat paripurna. Jadi prinsip transparansi tidak bisa diabaikan,” kata Asiz, Senin 19 Mei 2025.

Ia menilai DPRD tidak cukup hanya menyampaikan kegelisahan melalui media. Lembaga legislatif harus segera menggunakan hak-haknya, termasuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), memanggil Gubernur Serly atau Sekprov sebagai Ketua TAPD, bahkan mempertimbangkan hak interpelasi jika diperlukan.

Asiz menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden dalam Sidang Kabinet 6 November 2024 dan penyerahan DIPA 2025 pada 10 Desember 2024. Arahan tersebut ditindaklanjuti melalui terbitnya Perpres No. 201 Tahun 2024, Inpres No. 1 Tahun 2025, serta KMK No. 29 Tahun 2025 yang menetapkan pencadangan anggaran nasional sebesar Rp 306,7 triliun, termasuk Rp 771,97 miliar untuk wilayah Maluku Utara.

Dari jumlah itu, sekitar Rp 245 miliar adalah pencadangan untuk Pemprov Maluku Utara, yang terdiri dari DAK Fisik sebesar Rp 87,42 miliar dan DAU sebesar Rp 157,84 miliar. Namun, hingga pertengahan Mei 2025, DPRD disebut belum menerima informasi yang jelas mengenai program dan kegiatan mana saja yang terkena pemangkasan.

“Keterlambatan ini bisa berdampak serius, terutama pada penyaluran TKD. Kalau efisiensi belum dirampungkan, bisa gagal salur, khususnya DAK Fisik yang batasnya Juni/Juli,” tegas Asiz.

Ia merujuk pada Surat Edaran Mendagri No. 900/833/SJ yang telah merinci pos-pos belanja daerah yang harus dihemat, mulai dari perjalanan dinas, honorarium, hingga kegiatan seremonial.

“Kebijakan efisiensi ini teknis dan menunya sudah ada. Jadi kalau belum juga jelas, berarti ada persoalan dalam komunikasi atau niat. DPRD harus pastikan prosesnya berjalan sesuai regulasi, karena dampaknya akan langsung ke pelayanan publik,” tutup Asiz.

Penulis: Aan Fadhlan
Editor: Firjal Usdek

Baca Juga