Lingkungan

Sungai Keruh, Gua Bokimaruru Terancam! #SaveSagea Desak Hentikan Tambang

Aksi #SaveSagea Desak Hentikan Tambang di Halmahera Tengah. Foto: Dok Pribadi

Koalisi Selamatkan Kampung Sagea (SEKA), melalui gerakan #SaveSagea, menggelar aksi damai di Desa Sagea dan Kiya, Kabupaten Halmahera Tengah, Kamis, 29 Mei 2025.

Aksi ini bertepatan dengan peringatan Hari Anti Tambang (Hatam) dan menjadi bentuk protes terhadap aktivitas pertambangan di kawasan karst serta aliran Sungai Sagea.

Dalam aksi tersebut melibatkan pemuda dari Desa Sagea dan Kiya, Komunitas Fakawele, serta Sekolah Perempuan Pesisir. Mereka menyuarakan tuntutan kepada pemerintah daerah dan provinsi untuk segera menetapkan perlindungan hukum terhadap kawasan karst dan Sungai Sagea, serta mencabut izin operasi perusahaan tambang yang dinilai mengancam kelestarian lingkungan dan ruang hidup masyarakat.

Juru bicara Koalisi SEKA, Mardani Legaelol, menyatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk respons atas maraknya izin pertambangan yang telah dikeluarkan dan kini mulai beroperasi di sekitar wilayah Sagea. Ia menyebut beberapa perusahaan yang menjadi sorotan, yakni PT Karunia Sagea Mineral, PT Mai, dan PT Gamping Indonesia.

“Aktivitas tambang ini berpotensi merusak hutan, kawasan karst Sagea, dan mencemari sungai. Ini juga mengancam ruang hidup masyarakat serta mengancam biodiversitas penting seperti Gua Bokimaruru dan Talaga Legaelol,” ujar Mardani.

Ia juga menyoroti pertemuan antara PT Gamping Indonesia dengan pemerintah daerah dan provinsi beberapa waktu lalu, yang menurutnya mengindikasikan adanya kelanjutan izin operasi di kawasan tersebut.

“Masyarakat menolak keberadaan tambang dan meminta pemerintah bersikap tegas,” tambahnya.

Mardani menegaskan bahwa penolakan ini dilandasi kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal.

“Kenapa izin operasi tambang ini perlu ditolak? Karena dampaknya sangat besar terhadap lingkungan dan masyarakat. Pemerintah tidak bisa terus membiarkan hal ini berlangsung,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menagih janji pemerintah terkait penanganan pencemaran Sungai Sagea, yang hingga kini belum menemui kejelasan. Ia menuding pencemaran tersebut berasal dari aktivitas tambang oleh PT Weda Bay Nikel (WBN) yang beroperasi di hulu Gua Bokimaruru, dan telah berlangsung sejak 2023.

“Setiap kali hujan turun, Sungai Sagea menjadi keruh. Ini masalah lama yang terus diabaikan. Pemerintah daerah, provinsi, dan pusat belum menunjukkan keseriusan menangani pencemaran ini,” tegas Mardani.

Lebih lanjut, ia memperingatkan pemerintah desa agar tidak melakukan negosiasi atau pertemuan lanjutan dengan pihak perusahaan tambang. Menurutnya, pemerintah desa harus menunjukkan sikap tegas dalam menolak segala bentuk eksploitasi di wilayah mereka.

“Pemerintah Desa Sagea dan Kiya jangan coba-coba bertemu pihak perusahaan untuk membahas izin tambang. Mereka harus tetap menolak,” pungkasnya.

Penulis: Qal
Editor: Ramlan Harun

Baca Juga