Parlemen

Kasus Kekerasan Meningkat, DPRD Morotai Dorong Sinergi Lindungi Anak dan Perempuan

Anggota DPRD Pulau Morotai, Sherly Djaena. Foto: Maulud

Anggota DPRD Kabupaten Pulau Morotai, Sherly Djaena, meminta pemerintah, orang tua, dan sekolah lebih aktif mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak, menyusul meningkatnya jumlah kasus di daerah tersebut dalam dua tahun terakhir.

Menurut data dari Polres Pulau Morotai, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak naik dari 34 kasus pada 2023 menjadi 46 kasus hingga pertengahan 2024. Kenaikan ini memicu kekhawatiran berbagai pihak, termasuk legislatif daerah.

"Orang tua dan pemerintah sangat berperan penting dalam mencegah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jadi, jam bermain dan belajar anak juga harus diatur agar mereka lebih sibuk dengan kegiatan positif," ujar Sherly dalam pernyataannya, Sabtu, 28 Juni 2025.

Berdasarkan catatan Polres Pulau Morotai, sepanjang 2023 terdapat 34 kasus kekerasan, yang terdiri dari:

▪︎Pencabulan anak di bawah umur: 7 kasus (5 selesai, 2 dalam proses)

▪︎Penelantaran anak dan istri: 1 kasus (selesai)

▪︎Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT): 5 kasus (4 selesai, 1 dalam proses)

▪︎Penganiayaan terhadap perempuan: 2 kasus (selesai)

▪︎Persetubuhan anak di bawah umur: 9 kasus (7 selesai, 2 dalam proses)

▪︎Pelecehan seksual: 1 kasus (selesai)

▪︎Kekerasan terhadap anak: 4 kasus (selesai)

▪︎Percobaan perkosaan: 2 kasus (1 selesai, 1 dalam proses)

▪︎Perzinaan: 3 kasus (selesai)

Memasuki tahun 2024, jumlah kasus meningkat menjadi 46 dengan rincian:

▪︎18 kasus dalam tahap penyelidikan

▪︎3 kasus dalam tahap penyidikan

▪︎2 orang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO)

▪︎3 kasus diselesaikan melalui pendekatan restorative justice

▪︎8 kasus rampung hingga tahap II

▪︎11 kasus dihentikan pada tahap penyelidikan

▪︎3 kasus dihentikan pada tahap penyidikan

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Pulau Morotai melaporkan bahwa tingkat penyelesaian kasus tahun ini mencapai 54 persen, dan sisanya ditargetkan rampung pada awal 2025.

Sherly menegaskan bahwa upaya pencegahan tidak bisa hanya dibebankan kepada penegak hukum. Ia mendorong partisipasi aktif semua unsur masyarakat, termasuk sekolah dan pemerintah desa.

"Semua elemen harus bersinergi untuk mencegah masalah ini sejak dini. Bila perlu, Pemerintah Desa membuat Peraturan Desa (Perdes) agar anak-anak tidak berkeliaran di malam hari," ungkapnya.

Ia juga menyoroti perlunya edukasi berkelanjutan dari Dinas Sosial meskipun anggaran terbatas.

"Keterbatasan anggaran jangan jadi alasan untuk berhenti mengedukasi masyarakat. Sekarang era digital, banyak cara bisa dilakukan, baik melalui media sosial, video edukatif, maupun kerja sama lintas sektor," tambahnya.

Dengan meningkatnya angka kekerasan, Sherly yang juga mewakili kaum perempuan di Parlemen Morotai berharap kesadaran kolektif masyarakat meningkat.

"Kami berharap semua pihak meningkatkan komitmen dalam menciptakan lingkungan yang aman dan sehat, terutama bagi generasi muda di Pulau Morotai," pungkasnya.

Penulis: Maulud Rasai
Editor: Ramlan Harun

Baca Juga