Masyarakat Adat
Peringatan HIMAS 2025: Lawan Perampasan Wilayah, Tegakkan Hak Masyarakat Adat

Ratusan perwakilan Masyarakat Adat dari berbagai wilayah di Indonesia berkumpul dalam peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2025 yang digelar di Kasepuhan Guradog, Kabupaten Lebak, Banten.
Dengan mengusung tema “Memperkuat Hak Menentukan Nasib Sendiri: Jalan Menuju Kedaulatan Pangan,” HIMAS 2025 menjadi panggung konsolidasi nasional untuk menegaskan sikap terhadap perampasan wilayah adat dan mendesak pengakuan hukum atas hak-hak kolektif Masyarakat Adat.
Perayaan yang Menjadi Perlawanan
Peringatan HIMAS setiap 9 Agustus bukan sekadar seremoni tahunan. Bagi Masyarakat Adat, HIMAS adalah momen perlawanan atas maraknya perampasan tanah adat, marginalisasi struktural, dan ancaman terhadap kelangsungan hidup komunitas.
Tema tahun ini menegaskan bahwa hak menentukan nasib sendiri adalah fondasi utama bagi keberlanjutan Masyarakat Adat. Kedaulatan pangan hanya bisa terwujud apabila wilayah adat diakui dan dilindungi.
“Tanpa pengakuan atas tanah, sumber daya, serta sistem pengetahuan lokal, Masyarakat Adat kehilangan pijakan untuk menjaga hidup dan menata masa depan,” ujar Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal AMAN sesuai keterangan resmi yang diterima halmaherapost.com.
Rangkaian HIMAS 2025 diisi oleh forum konsolidasi strategis, yaitu Konsolidasi Perempuan Pemimpin Adat dan Konsolidasi Jurnalis Masyarakat Adat Nusantara. Keduanya berfungsi sebagai ruang memperkuat peran kunci dua elemen gerakan yang selama ini berjuang menjaga wilayah adat dari ancaman eksternal.
“Banyak perempuan pejuang yang tidak pernah disebutkan namanya, padahal merekalah yang menjaga wilayah adat. Perjuangan Perempuan Adat harus mendapat pengakuan yang setara,” kata Rukka saat membuka forum.
Forum jurnalis menjadi ajang berbagi strategi mengelola narasi dan memperkuat suara komunitas melalui media alternatif yang berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Puncak acara HIMAS 2025 ditandai dengan deklarasi Asosiasi Jurnalis Masyarakat Adat Nusantara (Asosiasi JMA Nusantara), sebuah wadah resmi bagi para jurnalis dari komunitas adat di seluruh Nusantara. Langkah ini diyakini akan memperkuat upaya dokumentasi, advokasi, dan pengarusutamaan isu-isu perampasan wilayah adat di tingkat nasional dan global.
“Jurnalis Masyarakat Adat Nusantara bukan hanya pencatat peristiwa, tetapi pejuang yang menghubungkan kisah dari wilayah adat ke dunia luar,” ujar Rukka.
“Gunakan ujung pena kita untuk memperjuangkan kedaulatan di tanah leluhur,” katanya.
Rukka juga mengecam keras praktik-praktik perampasan wilayah adat yang terus berlangsung di berbagai daerah atas nama pembangunan dan ketahanan pangan nasional, seperti melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) dan program food estate.
“Tempat terbaik yang dijaga Masyarakat Adat dirampas dan dihancurkan. Ini bukan pembangunan; ini penjajahan gaya baru,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa sistem pangan Masyarakat Adat merupakan bagian dari warisan pengetahuan lokal yang telah terbukti berkelanjutan dan adil secara sosial maupun ekologis.
“Bagi Masyarakat Adat, kedaulatan pangan bukan sekadar soal cukup makan. Ia lahir dari sistem yang diwariskan turun-temurun, dijalankan dengan gotong royong, dan diputuskan melalui musyawarah,” tandasnya.
HIMAS 2025 juga menjadi panggung politik untuk menyerukan pengesahan RUU Masyarakat Adat, yang hingga kini belum juga disahkan oleh pemerintah dan DPR. Undang-undang ini dipandang sebagai langkah krusial dalam melindungi hak-hak Masyarakat Adat secara legal dan struktural.
“HIMAS bukan hadiah dari negara atau PBB. Ini adalah hasil perjuangan panjang Masyarakat Adat di seluruh dunia—bahkan sebelum PBB berdiri,” tegas Rukka.
Ia menutup pidatonya dengan penegasan tuntutan utama gerakan:
“Hak kita sebagai Masyarakat Adat secara nasional belum diakui. Karena itu, kita terus menyerukan: Sahkan RUU Masyarakat Adat!”
Komentar