HUT ke-26 Maluku Utara
Kesultanan Ternate Mulai Perjuangkan Daerah Istimewa Ternate

Di tengah gegap gempita perayaan Hari Ulang Tahun ke-26 Provinsi Maluku Utara, sebuah desakan bersejarah muncul dari jantung tradisi dan adat: Kesultanan Ternate melalui Bobato 18 atau perangkat adat kesultanan, secara resmi mengusulkan kepada Sultan Ternate agar memperjuangkan status Daerah Istimewa Ternate.
Langkah ini disampaikan langsung oleh jurubicara Bobato 18, Rinto M. Tolongara (Fanyira Tolangara), yang menegaskan bahwa momentum hari jadi provinsi adalah waktu yang tepat untuk mengembalikan marwah Ternate sebagai pusat peradaban dan sejarah di kawasan timur Indonesia.
“Sudah saatnya kita memperjuangkan Daerah Istimewa Ternate,” tegas Rinto. “Ternate memiliki sejarah panjang, struktur adat yang hidup, dan peran besar dalam pembentukan Maluku Utara. Ini bukan sekadar romantisme sejarah, tapi soal keadilan kultural dan politik bagi daerah yang punya identitas kuat sejak abad ke-13.”
Menurut Rinto, Bobato 18 telah meminta tim akademisi untuk mulai merumuskan naskah akademik dan draf usulan resmi yang akan diajukan kepada DPRD Kota Ternate, Pemerintah Provinsi Maluku Utara, hingga ke tingkat nasional.
“Saat ini kami sedang mengumpulkan bahan-bahan historis dan akademis. Setelah rampung, kami akan menyerahkan draf itu secara resmi kepada DPRD dan Gubernur Maluku Utara,” ujarnya.
Rinto menambahkan, status Daerah Istimewa bukan semata urusan simbolik, tetapi upaya sistematis untuk melindungi sistem adat, lembaga kesultanan, dan pranata sosial yang menjadi ciri khas Ternate.
Selama ini, kata dia, Ternate sering dilihat hanya sebagai kota administratif, padahal ia menyimpan legitimasi kultural yang jauh lebih tua dan berpengaruh dibanding banyak daerah di Indonesia bagian timur.
Usulan ini sekaligus menjadi tantangan moral bagi Sultan Ternate yang juga anggota Komite I DPD RI, agar suara adat Ternate tidak berhenti di lingkaran istana, melainkan menembus ruang politik nasional.
“Kami percaya Sultan akan menindaklanjuti aspirasi ini di tingkat DPD. Karena ini bukan aspirasi individu, tapi kehendak adat dan sejarah,” tutup Rinto.
Seruan Bobato 18 ini menggema di tengah suasana peringatan HUT Maluku Utara yang penuh refleksi. Di satu sisi, rakyat merayakan usia provinsi yang kian matang; di sisi lain, muncul tuntutan agar akar sejarah Maluku Utara di Ternate tidak lagi dikesampingkan dalam sistem pemerintahan modern.
Jika terealisasi, Ternate bisa menjadi daerah istimewa pertama di kawasan timur Indonesia, sejajar dengan Yogyakarta di Jawa — sebuah langkah simbolik yang mengembalikan kehormatan pada salah satu kesultanan tertua di Nusantara.
Komentar