Opini

Membangun Negeri dari Bangku Sekolah: Wujudkan Pendidikan Gratis Berkualitas di Maluku Utara

Julkarnain Syawal. Foto: Dok Pribadi

                                        Julkarnain Syawal

                               (Dosen Tarbiyah IAIN Ternate)

=====================================

"Our progress as a nation can be no swifter than our progress in education."
Kemajuan suatu bangsa tidak akan lebih cepat dari kemajuan pendidikannya. Jika pendidikan tertinggal, maka negara juga akan tertinggal. (John F. Kennedy: 1961)

Penggalan pidato di atas disampaikan oleh John F. Kennedy pada "Special Message to the Congress on Education" pada 20 Februari 1961, setelah sebulan dirinya menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 1961. Kennedy menempatkan pembangunan pendidikan sebagai aspek terpenting dalam kebijakan pembangunan (selain ekonomi) Amerika Serikat dalam persaingan global selama Perang Dingin. Menurut Kennedy dalam pidato tersebut, "Tidak ada yang lebih berkontribusi terhadap peningkatan kekuatan dan peluang bangsa ini selain sistem pendidikan tradisional kita yang gratis dan universal untuk tingkat dasar dan menengah, yang dipadukan dengan ketersediaan luas pendidikan tinggi."

Tanpa bermaksud “melebih-lebihkan” Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, namun faktanya Sherly menyampaikan gagasan pendidikan gratis berkualitas pada pidato perdana sebagai Gubernur Maluku Utara, sementara Kennedy baru menyampaikan gagasan tersebut sebulan kemudian setelah dilantik menjadi Presiden. Penyampaian pidato Gubernur dengan semangat menunjukkan keseriusan pemerintah provinsi Maluku Utara dalam mewujudkan harapan pendidikan berkualitas di Maluku Utara dan menjalankan amanat konstitusi negara Republik Indonesia.

Gagasan pendidikan gratis berkualitas menjadi agenda prioritas pemerintah provinsi Maluku Utara dengan membebaskan biaya pendidikan untuk sekitar 407 sekolah (SMA, SMK, dan SLB), yang mencakup 64 ribu siswa yang secara bertahap akan dibiayai oleh pemerintah Maluku Utara melalui alokasi anggaran yang diusulkan sebesar 23 miliar. Hal ini merupakan langkah awal dan spektakuler yang dilakukan oleh pemerintah, dan mestinya harus diberikan apresiasi, meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah Maluku Utara dalam mewujudkan pendidikan gratis yang benar-benar berkualitas untuk mencetak generasi yang kompetitif dan berkarakter di masa depan.

Pada tulisan ini, penulis mengulas beberapa persoalan penting selain kebijakan ‘menggratiskan’ pendidikan, yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah kita sebagai langkah mewujudkan pendidikan gratis berkualitas.

Kualitas Sekolah dan Tenaga Pendidik

Pendidikan merupakan satu komponen yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Pendidikan yang berkualitas akan terwujud manakala semua komponen yang terdapat di dalamnya digerakkan secara bersama-sama. Sekolah dan tenaga pendidik menjadi komponen kunci selain komponen-komponen lainnya. Indikator pendidikan berkualitas dapat diukur dari seberapa besar kualitas dari lembaga pendidikan (sekolah) serta tenaga pendidiknya.

Oleh karena itu, untuk menjamin kualitas tersebut, berbagai bentuk kebijakan, program, maupun monitoring dan evaluasi selalu dilakukan oleh pemerintah agar kualitas sekolah dan tenaga pendidik selalu terjaga.
Berdasarkan data Neraca Pendidikan 2023 dari Kemendikbud, kualitas sekolah di Maluku Utara masih perlu banyak perbaikan. Dari segi akreditasi, hanya 19,20% SMA yang terakreditasi A, sementara sebagian besar masih di level B (40,63%) dan C (33,04%). Sementara itu, SMK menghadapi kondisi yang lebih menantang, dengan hanya 4% yang memiliki akreditasi A, sedangkan mayoritas berada di akreditasi B (47,33%) dan C (40,67%). Masih adanya sekolah yang belum terakreditasi (7,13% untuk SMA dan 8% untuk SMK) menunjukkan perlunya upaya serius dalam peningkatan mutu.

Rendahnya akreditasi sekolah menunjukkan bahwa banyak sekolah (SMA, SMK, dan SLB) di Maluku Utara yang belum memenuhi standar minimal dalam hal infrastruktur, kurikulum, serta kualitas tenaga pengajar. Sekolah yang memiliki akreditasi rendah cenderung memiliki fasilitas yang kurang memadai, keterbatasan bahan ajar, serta sistem pengajaran yang kurang variatif dan inovatif. Akibatnya, siswa yang belajar di sekolah-sekolah ini berisiko mengalami ketertinggalan dalam hal kompetensi akademik dan keterampilan praktis.

Selain akreditasi sekolah yang masih rendah, kualitas tenaga pendidik juga menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan pendidikan berkualitas di Maluku Utara. Data menunjukkan bahwa hanya 20,8% guru SMA yang telah tersertifikasi, sementara 79,2% lainnya belum tersertifikasi. Kondisi serupa juga terjadi di SMK, di mana 20,9% guru telah tersertifikasi, sedangkan 79,1% lainnya belum. Yang lebih mengkhawatirkan adalah SLB, di mana hanya 11,7% guru yang memiliki sertifikasi, sementara 88,3% lainnya belum tersertifikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa kompetensi dan profesionalisme tenaga pendidik masih perlu ditingkatkan agar kualitas pembelajaran dapat lebih optimal.

Rendahnya angka sertifikasi guru menunjukkan bahwa banyak SMA, SMK, dan SLB di Maluku Utara yang belum memiliki kualifikasi standar yang diharapkan. Padahal, berbagai riset tentang sertifikasi guru menunjukkan bahwa guru yang tersertifikasi sangat memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, baik itu dari aspek prestasi belajar siswa, kinerja, maupun motivasi guru.

Capaian Rapor Pendidikan

Pekerjaan rumah lain yang harus diselesaikan adalah capaian Rapor Pendidikan. Rapor pendidikan Indonesia tahun 2024 menunjukkan bahwa Maluku Utara masih memiliki banyak indikator yang berada pada kategori sedang dan rendah. Dari sembilan indikator, hanya satu yang mencapai kategori baik, yaitu iklim keamanan sekolah. Sementara itu, kemampuan literasi dan numerasi masih rendah (rapor merah), serta kemitraan dan keselarasan SMK dengan dunia kerja juga dalam kategori yang sama. Indikator lainnya, seperti kualitas pembelajaran, karakter murid, iklim kebinekaan sekolah, iklim inklusivitas sekolah, dan penyerapan lulusan SMK, berada dalam kategori sedang (rapor kuning).

Rendahnya capaian literasi dan numerasi menunjukkan bahwa banyak siswa di Maluku Utara belum memiliki kemampuan membaca dan berhitung yang memadai untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja. Ini bisa disebabkan oleh kurangnya metode pembelajaran yang inovatif, minimnya bahan ajar berkualitas, serta rendahnya keterlibatan orang tua dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka. Selain itu, faktor sosial-ekonomi juga berperan, di mana banyak siswa yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan akses terhadap sumber belajar yang memadai.

Kemitraan antara SMK dan dunia kerja yang lemah juga menjadi tantangan besar yang dihadapi. Ketidaksesuaian antara kurikulum yang diajarkan di SMK dengan kebutuhan industri menyebabkan rendahnya penyerapan lulusan di dunia kerja. Oleh karena itu, perlu ada sinkronisasi kurikulum antara SMK dan industri untuk meningkatkan penyerapan lulusan SMK ke dunia kerja.

Selain itu, indikator seperti iklim kebinekaan dan inklusivitas sekolah yang masih berada pada kategori sedang mengindikasikan bahwa masih ada tantangan dalam menciptakan lingkungan belajar yang menghargai perbedaan dan inklusif bagi semua siswa, termasuk mereka yang berasal dari latar belakang agama dan budaya yang berbeda serta siswa berkebutuhan khusus. Tanpa perbaikan dalam hal ini, pendidikan di Maluku Utara akan sulit menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan mendukung perkembangan karakter siswa secara holistik.

Pendidikan Gratis yang Berkualitas: Langkah Perbaikan

Agar pendidikan gratis di Maluku Utara benar-benar berkualitas, diperlukan peningkatan kompetensi guru dengan mempercepat proses sertifikasi dan mengadakan pelatihan berkelanjutan yang dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Selain itu, kesejahteraan guru juga harus diperhatikan agar mereka lebih termotivasi dalam mendidik siswa dengan baik.

Dari segi infrastruktur dan sarana prasarana, sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas kurang memadai perlu direnovasi dan dilengkapi dengan laboratorium, perpustakaan, serta fasilitas teknologi yang mendukung pembelajaran berbasis digital. Selain itu, akses listrik dan internet di sekolah-sekolah terpencil harus dipastikan tersedia agar tidak ada ketimpangan dalam akses informasi dan teknologi.

Peningkatan kualitas pendidikan juga harus menyasar aspek literasi dan numerasi. Metode pembelajaran yang lebih variatif dan inovatif perlu diterapkan agar siswa lebih mudah memahami konsep-konsep dasar. Penyediaan buku dan bahan ajar yang berkualitas serta program membaca di sekolah harus terus ditingkatkan. Selain itu, program remedial bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam literasi dan numerasi harus dilaksanakan secara sistematis agar tidak ada siswa yang tertinggal.

Catatan Penutup

Pendidikan gratis di Maluku Utara harus menjadi lebih dari sekadar kebijakan aksesibilitas. Untuk memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan pendidikan yang berkualitas, perbaikan dalam akreditasi sekolah, peningkatan kompetensi tenaga pendidik, serta peningkatan capaian literasi dan numerasi harus menjadi prioritas utama. Dengan strategi yang tepat dan komitmen dari semua pihak, pendidikan di Maluku Utara dapat berkembang menjadi lebih baik dan mampu mencetak generasi yang unggul dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Penulis:

Baca Juga