Diversifikasi Usaha Tani Halmahera Utara Mulai Didorong
Tobelo,Hpost--Kelapa yang menjadi komoditi unggulan Maluku Utara, belum mampu dimaksimalkan secara kompetitif. Pendekatan komparatif petani yang selama ini diandalkan perlu disikapi dengan kebijakan di sektor hilir melalui diversifikasi dan regulasi yang mendukung daya saya usaha tani di sektor hulu.
Hal itu menjadi gambaran umum survey pemetaan daya saing usaha tani yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Maluku Utara (Malut), di Kabupaten Halmahera Utara (Halut), selama empat hari yakni 11- 14 September 2019.
“Gejola harga kopra kemarin telah menjadi pelajaran bahwa daya saing di sektor kelapa yang secara umum masih bersifat komparatif dengan bergantung kepada sumber daya alam membuat petani kelapa menjerit. Oleh karena itu, diperlukan langkah dengan pendekatan yang lebih kompetitif,” kata Peneliti BPTP Malut, Muhammad Assagaf, kepada Halmaherapost, Sabtu 14 September 2019, pekan kemarin.
Pendekatan yang kompetitif, lanjut Muhammad, memerlukan analisis kebijakan yang tepat sesuai dengan kondisi petani. Oleh karena itu, pihaknya melakukan survey di Halut yang memiliki luasan tanaman kelapa terbesar di Malut.
Muhahammad mengatakan hasil survey nantinya menjadi rekomendasi kebijakan pertanian Malut baik di sektor hulu maupun hilir. “Paling tidak ada langkah maju yakni diversifikasi usaha tani di hilirnya, dan regulasi di sektor hulunya,” ucapnya.
Menurut Muhammad, kelapa sebagai komoditi yang mendunia membutuhkan pendekatan yang lebih kompetitif dengan inovasi sentuhan teknologi.
Data Dinas Pertanian Halut menyebutkan, Bumi Hibualamo memiliki 49.167 hektar (ha) luasan tanaman kelapa di 17 kecamatan, dengan komposisi status tanaman yang menghasilkan seluas 39,721 ha dengan jumlah produksi 71.498 ton. Produktivitas setiap tahunnya terdata sebesar 1.8 ton/ha, atau lebih tinggi dari produktivitas kelapa di Maluku Utara yang setiap tahunnya masih 1,29 ton/ha. Produktivitas tersebut dihasilkan oleh 33.368 Rumah Tangga petani (RTP).
Secara umum, luasan tanaman kelapa adalah 49.167 hektar (ha) tersebar di 17 kecamatan. Komposisi status tanaman yang menghasilkan seluas 39,721 ha dengan jumlah produksi 71.498 ton setara kopra dimana produktivitas setiap tahun sebesar 1.8 ton/ha, atau lebih tinggi dari produktivitas kelapa di Maluku Utara yang setiap tahunnya masih 1,29 ton/ha.
Data sekunder itu menjadi rujukan pelaksanaan survey di Halut. “Survey di tiga dengan sampel 3 kecamatan dengan produktivitas paling banyak, yakni Tobelo Selatan 20 responden, Kecamatan Galela Selatan 10 Responden, dan Kecamatan Kao, 5 Reponden, denga masing-masing responden 40 pertanyaan.
“Selain petani, kami juga mewawancarai pengusaha kelapa kopra putih di kecamatan Tobelo Selatan dan Galela Barat,” kata Muhammad.
Secara terpisah, diverisifikasi usaha tani, menurut Manajer Koperasi Rakyat Halmahera (KOPRA), Cabang Halut, Muzril, sudah mulai dilakukan oleh Pemprov Malut melalui program One Kecamatan Industrial Ecopark, atau 1 kecamatan 1 kawasan industri. Lewat program tersebut, KOPRA berupaya menghimpun pemilik kebun kelapa, melalui program pengolah bahan baku.
“KOPRA, melakukan diversifikasi usaha tani, yang mana pada tahap pertamanya bahan baku kelapa yang akan dikelola menjadi komoditi adalah kopra putih, minyak kelapa dan briket dari arang tempurung,” jelasnya.
Pemprov melalui KOPRA pada tahun 2019, kata Muzril, telah memprogramkan industri kecil di Empat kecamatan di Halmahera Utara, yakni Loloda Kepualauan, Kecamatan Galela, Kecamatan Tobelo, Kecamatan Tobelo Barat dan Kecamatan Kao.
“Sebagai stimulus, berupa mesin pengolahan kelapa dan sarana pembakaran tempurung. Mesin dan perlatan industri tersebut, telah tiba di Tobelo, Halut 12 September 2019, kemarin,” katanya
Komentar