Opini

Negeri Seribu Masjid di Maluku Utara

Kedaton Kesultanan Tidore. Foto: Rajif Duchlun

Belanda kemudian meminta sultan Tidore untuk menghancurkan benteng peninggalan Spanyol itu. Hanya saja, sebelum benteng ini sepenuhnya dirobohkan, Sultan Tidore Hamzah Fahroedin meminta benteng ini tetap dipertahankan sebagai tempat tinggal kerajaan.

Setelah melihat jejak Spanyol ini, kami lalu mengunjungi lokasi penting berikut, yakni Kedaton Kesultanan Tidore. Berada tidak jauh dari benteng Tahula, kedaton ini berdiri gagah menghadap ke arah laut, seolah memang sengaja dibangun demikian untuk memantau aktivitas warga serta kapal-kapal yang sedang berlabuh.

Saat tiba, kami diterima dua orang dari pihak Kesultanan Tidore. Satu di antaranya, yakni Perdana Menteri Kesultanan Tidore atau Jojau, M Amin Faaroek. Namun, Jojau belum berkesempatan menemani kami melihat area dalam kedaton. Hari itu, ia memang sedang menerima tamu dari Kementerian Pertanahan.

Selanjutnya kami ke Museum. Posisinya berada di lantai bawah kedaton. Kami diajak melihat beberapa foto dan miniatur perkakas orang-orang Tidore di masa lalu. Ada juga miniatur perahu kora-kora, sebuah perahu yang pada zaman dahulu kerap dipakai para perangkat adat kesultanan untuk berperang, mengunjungi daerah-daerah, hingga untuk urusan diplomasi dagang.

Foto-foto kunjungan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, kala ke Tidore pun terpajang. Ada juga foto Presiden Joko Widodo, yang pernah mengunjungi Tidore. Pada sudut yang lain, terdapat peralatan menari, berupa parang dan salawaku.

Kami juga diajak melihat sebuah bingkai peta wilayah kesultanan Tidore. Tampak wilayah kesultanan Tidore pada zaman dahulu sebelum akhirnya bergabung dengan NKRI itu, sangat luas. Meliputi sebagian Pulau Halmahera, Seram, hingga Papua.

Tak lama, kami lalu dipersilakan duduk di ruang utama, tempat sang sultan menerima para tamu. Seorang perempuan mengantar tiga gelas kopi dabe, sebuah kopi khas Tidore yang diolah dari rempah-rempah; cengkih, pala, daun pandan, hingga kayu manis. Saya melihat Ibu Wati dan Pak Suprayitno sangat senang ketika meneguk kopi tersebut.

“Kopi ini aromanya harum sekali,” ucap Ibu Wati, lalu kembali meneguk.

Ibu Wati dan Pak Suprayitno mengaku, mereka bukan baru pertama merasakan kopi yang diolah dari rempah. Hampir setiap hari di rumah, keduanya selalu meracik kopi dengan bahan-bahan rempah.

Kendati begitu, sensasinya tentu berbeda ketika menikmati kopi beraroma rempah langsung dari tanahnya sendiri. Maluku Utara adalah bumi rempah. Bangsa-bangsa di dunia memang mengenal tanah ini sejak lama.

Usai dari kedaton, kami berpamitan akan mengunjungi salah satu titik bersejarah lagi. Sekitar 300 meter dari kedaton, terdapat sebuah benteng peninggalan bangsa Portugis. Posisinya sama dengan benteng sebelumnya. Berada di ketinggian, dari atas benteng ini dapat melihat dengan mudah pemukiman di bawahnya.

Melalui papan informasi yang berada di lokasi ini, ditulis bahwa dalam buku Documenta Malucensia terdapat sebuah benteng Portugis ke arah utara dari Soa Sio. Dan kemungkinan besar benteng itu adalah benteng Torre. Nama yang sangat mungkin punya hubungan dengan Kapten Portugis kala itu, Hernando De La Torre.

Benteng ini dibangun atas perintah Sancho de Vasconcelos yang mendapat izin dari Sultan Gapi Baguna, pada 6 Januari 1578. Izin ini keluar, setelah Portugis diusir dari Ternate oleh Sultan Baabullah.

Dari ketinggian ini juga, Benteng Tahula peninggalan bangsa Spanyol yang sebelumnya kami datangi terlihat sangat jelas. Seolah Spanyol memang sengaja membangun benteng dengan posisi yang berdekatan untuk melawan hegemoni Portugis. Jarak kedua benteng bangsa ini sekiranya hanya 500 meter saja.

Ibu Wati dan Pak Suprayitno terlihat sangat menikmati jejak sejarah ini. Beberapa kali meminta saya memotret mereka menggunakan kamera ponsel milik Pak Suprayitno. Tak tanggung-tanggung, mereka ikut naik ke bagian atas benteng dengan letak yang lebih tinggi.

Sementara di sekelilingnya batu-batu bersusun, juga pohon-pohon kamboja yang tumbuh liar. Ini seolah memberi tanda bahwa di bawah tanah area benteng ini terdapat jejak manusia di masa lalu.

Selanjutnya 1 2 3
Penulis: Rajif Duchlun
Editor: Rajif Duchlun

Baca Juga