Pertambangan

Sudah 66 IUP di Halteng, Blue Print Usaha Pertambangan Baru akan Disusun

Focus Group Discussion (FGD) Blue Print Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) pada Usaha Pertambangan di Kabupaten Halmahera Tengah, Tiara Halmahera Hotel, Selasa 5 November 2019 || Foto : Eno/Hpost

Weda, Hpost- Meski Kabupaten Halmahera Tengah sudah memiliki 66 izin usaha pertambangan, Pemerintah Provinsi Maluku Utara, melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral baru menjajaki pembuatan Blue Print Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat.

“Penyusunan Blue Print pengembangan pemberdayaan masyarakat pada kegiatan usaha pertambangan di provinsi Maluku utara, sebagai dokumen arah kebijakan PPM yang ditetapkan oleh Gubernur untuk pedoman bagi pemegang IUP/IUPK eksplorasi, IUP/IUPK operasi produksi dalam memenuhi kewajiban penyusunan rencana induk program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM)," kata Kepala Bidang ESDM Provinsi Maluku Utara, Halim Muhammad, kepada halmaherapost.com, Selasa 5 November 2019, di Tiara Halmahera Hotel, usai Focus Group Discussion (FGD) Blue Print Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) pada Usaha Pertambangan di Kabupaten Halmahera Tengah.

Halim mengatakan, FGD tersebut dilakukan sebagai upaya penggalian informasi pengambilan data untuk penyusunan kegiatan blue print tersebut.

Blue Print PPM itu berisi program yang akan ditetapkan oleh Gubernur, yang nantinya menjadi pedoman bagi perusahan untuk menyusun rencana induk perusahan.

"Rencana induk perusahan itu melibatkan masyarakat dan itu sudah membicarakan kegiatan, seperti perusahan mau buat jalan atau MCK, itu sudah jelas di dalam Rencana Iinduk Program,” ujarnya.

Berdasarkan data PW AMAN Malut, Kabupaten Halmahera Tengah memiliki luas daratan sebesar 2.276,83 Hektar. Berdasarkan data dari laporan koordinasi dan supervise sektor mineral dan batubara (Korsup Minerba) milik KPK, ada 66 IUP yang menguasai daratan Halmahera Tengah sebesar 142,964,79 Hektar.

Dari puluhan IUP tersebut, Perusahan pemegang ijin yang telah melakukan operasi antara lain PT. Takindo Energi, PT. Weda Bay Nickel, PT. First Pasific Mining, PT. Zong Hai, dan PT. Bakti Pertiwi Nusantara, serta proyek pembangunan smelter dan PLTU milik PT. IWIP.

Dengan banykanya IUP tersebut, menurut Kepala LP3M, Universitas Khairun Ternate, Ridha Adjam, penyusunan Blue Print tersebut akan menjadi panduan di semua pihak terutama pihak perusahan dalam merencanakan pemanfaatan Corporate Social Responsibility (CSR).

Menurut Ridha, CSR itu nanti diumumkan atau disampaikan kepada masyarakat lingkar tambang, berapa sebenarnya alokasi anggaran untuk satu desa tertentu. Dari angka itu nanti dibicarakan bersama program-program yang akan dibuat di lingkar tambang itu.

"Program-program yang disusun itu harus tidak bertentangan dengan program yang sudah diatur atau diputuskan di dalam musrembang. Artinya usulan dari desa itu perlu diakomodir ketika dananya tidak tersedia atau belum mampu dibiayai melalui APBD dan Dana Desa, sehingga tidak tumpang tindih dengan anggaran yang sudah disiapkan oleh pemerintah daerah melalui APBD dan juga dana desa itu," jelas Ridha.

Terkait hal itu, PT Bakti Pertiwi Nusantara, sebegaimana rilis halmaherapost.com, Selasa 4 November 2019, juga telah menyebutkan, pihak perusahan belum merealisasikan janji yang telah di sepakati bersama masyarakat lingkar tembang.

Secara Terpisah, Kepala Bappeda Provinsi Malut, Samsuddin Abdul Kadir menyampaikan keluhan yang disampaikan dalam FGD itu perusahan sudah melakukan hanya saja tidak sesuai dengan apa yang masyarakat inginkan.

"Mungkin yang diinginkan masyarakat lain, perusahan buat lain sehingga ini harus dibicarakan sama-sama, sehingga kita sudah menawarkan berbagai kegiatan itu," jelasnya.

Samsuddin mengatakan, hasil FGD akan dirancang sebagai dasar Blue Print kemudian masing-masing perusahan menyusun program pemberdayaan.

"Jadi Blue Print ini garisnya saja, kemudian nanti perusahan itu membuat mekanismenya ada keterlibatan masyarakat sehingga hal yang terkait kesalahpahaman, tidak transparanan itu bisa terbuka disitu," pungkasnya.

"FGD ini memang ada unsur positifnya karena tujuan yang saya cermati tadi itu merekap semua hal-hal yang terjadi di masyarakat hingga itu menjadi sebuah masukan dan kemudian akan di realisasikan sesuai dengan mekanisme yang ada," kata salah satu peserta FGD, yang juga kepala Desa Kiya, Fahrul Musa.

Penulis: Eno
Editor: Red

Baca Juga