Pencemaran Lingkungan
Limbah Tambang di Halmahera Tengah Diduga Cemari Sumber Air Bersih

Weda, Hpost - Warga yang hidup di trans dan bantaran sungai Kobe seperti Desa Lokulamo Kecamatan Weda Tengah menerima resiko buruk akibat aktifitas penambangan. Bagaimana tidak, air sungai yang biasanya di manfaatkan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik untuk minum dan mandi itu mulai tercemar.
Selain itu sedimen ini juga mengancam sumber-sumber mata pencaharian mereka seperti kebun dan tambak.
Hal itu dikatakan Sekretaris Komisi III DPRD Halmahera Tengah, Munadi Kilkoda kepada Halmaherapost.com, Kamis 6 Februari 2020.
Seperti yang dikutip dari malut.lentera.co.id, Rabu 5 Februari 2020, tambak ikan dan ladang sawah milik warga di sejumlah desa di Kecamatan Weda Tengah, Halmahera Tengah tercemar limbah nikel diduga akibat aktivitas penambangan PT. Tekindo Energi dan PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
Menurut informasi yang dihimpun dari warga, penambangan itu dilakukan di pegunungan tidak jauh dari kali Kobe. Akibatnya, hujan deras pada Senin malam, 3 Februari lalu, membuat limbah nikel itu meluap ke kali Kobe, tempat saluran irigasi milik warga.
Desa yang tambak dan ladangnya terkena limbah itu diantaranya warga Trans Kobe, Desa Waekobe, Desa Kulo Jaya dan Dusun Woejerana Desa Lelilef Waibulen. Jumlah pemilik tambak ikan dan ladang sawah sekitar 70 Kepala Keluarga.
Munadi mengatakan, sedimentasi yang dicurigai diakibatkan karena penambangan di bagian hulu yang melewati air Saloi.
"Tapi kita harus cek lagi di lapangan untuk memastikan penyebabnya. Kejadian ini sudah berulang kali, dan selalu saja jika terjadi resikonya orang yang hidup di trans dan bantaran sungai Kobe seperti Lukulamo menerima resiko buruk," jelasnya.
Munadi, meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) segera mengambil langkah dengan turun ke lapangan untuk memastikan penyebabnya.
"Kalau itu tambang, berikan sanksi ke mereka. Warna air seperti ini tidak perlu uji baku mutu lagi untuk cek ambang baku mutunya, jelas sekali perubahan warna air tersebut," cetusnya.
Munadi juga menambahkan, kalau penyebabnya diakibatkan proses penambangan, berarti ada pelanggaran ketentuan dalam UU 32/2009 tentang lingkungan hidup.
"DLH tidak bisa tinggal diam, ambil langkah segera. Tidak cukup pengawasan, harus ada sanksi hukum ke mereka yang sengaja melakukan kegiatan yang melanggar peraturan yang berlaku," tandasnya.
Munadi, indikasi pencemaran itu belum bisa dipastikan berasal dari aktifitas PT. Tekindo atau bukan.
"Jadi DLH harus turun mengecek penyebab pastinya apa," tutupnya.
Komentar