Kekerasan Perempuan dan Anak
Kekerasan Terhadap Anak di Halmahera Barat Meningkat Tiap Tahun

Jailolo, Hpost - Pada tahun 2016 Halmahera Barat telah mendeklarasikan program berupa komitmen menuju daerah layak anak. Namun Kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak terus meningkat setiap tahunnya.
Dari data yang dihimpun wartawan, Rabu 11 Maret 2020 pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) menyebutkan, kasus kekerasan seksual terhadap anak pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 3 kasus, dan 2019 naik menjadi 6 kasus, sementara hingga Maret 2020 telah berjumlah sebanyak 6 kasus.
Kepala DP3A Fransiska Renjaan, kepada awak media di ruang kerjanya mengungkapkan dari kasus tersebut ada yang diselesaikan melalui mediasi, pelakunya masih di bawah umur dan ada juga yang diproses hukum.
Sebagaimana bulan Januari 2020, pihaknya telah menangani tiga kasus kekerasan, diantaranya satu kasus kekerasan fisik, dan dua kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Sedangkan pada Februari terdapat dua kasus kekerasan seksual terhadap anak yaitu pemerkosaan, satu kasus pelecehan seksual terhadap anak pada Maret 2020.
Meski tidak menyebut inisial pelaku dan korban, Fransiska mengaku kasus itu bertambah, yakni kasus pemerkosaan anak oleh orangtua kandung yang terjadi di desa Gamtala kecamatan Jailolo yang kini telah menjalani proses hukum.
Fransiska meminta, butuh peran masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) pihak swasta perorangan maupun kelompok yang punya kepedulian bersama-sama melindungi anak termasuk memenuhi hak-hak anak.
"Terutama peran orang tua yang paling utama karena pendidikan utama untuk anak itu berasal dari keluarga," tuturnya.
Rencana Bentuk UPTD
Guna meningkatkan penanganan kasus Kekerasan terhadap perempuan dan anak DP3A akan membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
" Ini sesuai surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), karena kita di kasih waktu selama tiga bulan untuk membentuk UPTD tersebut," kata Fransiska
Dia menjelaskan UPTD ini sebagai pengganti dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang sebelumnya telah aktif di SK kan oleh kepala daerah.
"Kalau P2TP2A selama ini belummelakukan pelayanan yang optimal dalam arti bahwa belum melakukan pelayanan rehabilitasi seperti perempuan dan anak yang mengalami kekerasan dia harus direhab dari sisi psikologis nya, ini yang belum kami lakukan". akunya.
Menurut Fransiska, setelah dibentuk UPTD itu akan mendapat dukungan anggaran dari pemerintah pusat yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp. 1 Miliar.
Salah satu fungsi UPTD, kata dia, adalah pada tahapan rehabilitasi koerban korban kekerasan setelah melewati proses di kepolisian.
Dengan dukungan dana yang cukup, UPTD itu menyediakan tenaga konselor, advokat, psikolog dan juga rumah rehabilitasi.
"Penanganan terhadap korban kekerasan akan tuntas, dan dia bisa kembali ke kondisi awal tanpa meninggalkan trauma yang mendalam," tutupnya.
Komentar