Tajuk

Fulus di Tengah Virus

Ilustrasi: Layank/Hpost

Tiga pekan terakhir kondisi Maluku Utara mulai memburuk imbas penyebaran virus Corona. Mendadak gugus tugas percepatan penanganan Covid 19 terbentuk di seluruh wilayah Moloku Kie Raha ini.

Dari semua kabupaten/kota di Maluku Utara aksi pencegahan Covid 19 yang paling “keren” baru ditunjukkan oleh Bupati Pulau Morotai, Benny Laos. Sang Bupati mendadak terkenal di Indonesia, mukanya menghiasi jagat media, baik media nasional maupun lokal. Bahkan salah satu stasiun tv swasta melakukan wawancara secara eksklusif.

Sanjungan, pujian dan rasa hormat masyarakat Maluku Utara mulai menggema, di media sosial, terutama Facebook warga Maluku Utara curahkan pujian selama beberapa hari.

Sejak pekan kemarin pembatasan aktivitas mulai diberlakukan pemerintah. Di Kota Ternate misalnya, beberapa jalan protokol mulai ditutup pada malam hari, meski di hari siang masih dibuka. Masyarakat Kota Ternate dan Maluku Utara tampak memahami bahaya pandemi ini, perlahan mulai patuh pada anjuran pemerintah.

Di antaranya mulai terbiasa #DiRumahAja, tak keluar rumah kecuali kebutuhan genting dan mendesak, rajin cuci tangan, jaga kebersihan diri dan konsumsi makanan sehat guna menjaga imun tubuh. Alhasil, orang Maluku Utara telah siap beradaptasi dan sedia menghadapi Covid-19.

Namun Senin 13 April 2020 silam publik Maluku Utara dihebohkan dengan pemberitaan salah satu media ternama daerah ini. Yang menyebutkan bahwa "uang duduk" tim gugus tugas penanganan virus Corona adalah Rp. 2,5 juta per orang setiap kali rapat.

Besaran uang duduk tim gugus tugas itu lebih besar dari uang rapat Anggota DPR RI. Tunjangan rapat/paket wakil rakyat di Senayan itu hanya sebesar Rp. 2 juta, kurang Rp. 500 ribu dari uang duduk tim gugus tugas.

Padahal sebelumnya mereka bergabung dalam tugas mulia penanganan Covid-19 ini adalah karena alasan kemanusiaan, jihad membebaskan Maluku Utara dari ancaman virus Corona.

Kritikan, ocehan, nyinyiran dan bahkan cacian tak dapat dibendung, publik terlanjur panas, naik darah setelah membaca berita soal besaran uang duduk Satgus itu.

Ekspresi kemarahan plus kekecewaan publik itu memenuhi dinding Facebook mereka. Mulai dari ungkapan satire hingga pakai kata-kata "kasar" dan langsung.

"Semoga saya salah baca berita hari ini, bahwa uang duduk sekali rapat Rp. 2,5 juta, luar biasa, alasan kemanusiaan tapi tidak manusiawi" tulis salah warga Maluku Utara.

Masih ingat rekomendasi Guru Besar Epidemiologi Prof. Ridwan Amiruddin bahwa Maluku Utara masih banyak kekurangan alat medis untuk penanganan Corona. Artinya, segala biaya yang ada baik bersumber dari APBD maupun pihak ketiga harus digunakan secara efisien dan efektif mengingat virus jahanam ini adalah musibah untuk kita semua.

Warga Facebook yang lain menulis " Setiap kali rapat Rp 2,5 juta, kalau sepuluh kali sama dengan Rp 25 juta, wah enak juga yah jadi mereka. Bisa cepat kaya itu".

Penulis: Hasan Bahta
Editor: Red

Baca Juga