Opini

Urusan Lawan Corona, Danny Missy Patut Dicontoh?

Ilustrasi: Layank/Hpost

Sebetulnya yang harus diapresiasi tingkat "dewa" itu bukan Benny Laos yang Bupati Pulau Morotai itu. Yang sempat bikin banyak mata tertuju padanya, karena aksi heroiknya dalam menangani Covid 19 di daerahnya.

Tapi yang harus dipuji setinggi langit itu adalah Danny Missy, Bupati Halmahera Barat. Dia adalah satu-satunya kepala daerah di Maluku Utara yang kalau bisa (jangan) dijadikan tauladan, khususnya dalam urusan penanganan virus Corona.

Setelah virus ini merebak di Maluku Utara dan akhirnya hingga kini sudah tercatat sebanyak 4 pasien positif terkena virus corona. Gubernur Maluku Utara KH. Abdul Gani Kasuba sudah mengingat para bupati dan walikota untuk tidak keluar daerah selama masa pandemi Covid 19.

Peringatan itu disampaikan sang gubernur agar mereka lebih fokus melakukan pencegahan penyebaran virus jahanam ini, sebelum korban berjatuhan bak daun di musim kemarau, seperti yang terjadi di Wuhan dan kota-kota terdampak lainnya termasuk Jakarta.

Larangan keluar daerah bagi kepala daerah itu sepertinya tidak berlaku bagi Danny Missy. Bupati yang hebat dan layak dipuji itu sudah dua kali "pasiar" ke Jakarta di masa pandemi ini. Bahkan sejumlah partner kerja di Kantor DPRD Halmahera Barat mempertanyakan urgensi sang bupati ke Jakarta.

Setelah kembali dari Jakarta beberapa pekan lalu, sang bupati ditetapkan sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG) dan wajib melaksanakan isolasi mandiri selama 14 hari. Itulah protokol kesehatan yang harus ditempuh sang bupati. Baru dua hari menjalani isolasi mandiri sang bupati sudah menggelar rapat bersama anak buahnya di salah satu kawasan di Jailolo. Pelaksanaan rapat itu sempat bikin tegang masyarakat sekitar.

Setelah melakukan rapat itu beberapa hari kemudian sang bupati bertolak lagi ke Jakarta tepatnya pada tanggal 5 April 2020 silam. Dalam urusan yang tak jelas dimata publik itu, sang bupati berdiam di Jakarta selama kurang lebih sepuluh hari.

Tepatnya pada 14 April lalu bupati pulang dari Jakarta dengan Batik Air. Dari bandara sang bupati langsung menuju Jailolo, Halmahera Barat. Namun setelah tiba dibibir Pelabuhan Jailolo dengan speed boat sang bupati tak bisa injakan kaki di dermaga. Pasalnya dia didemo, oleh warganya di pelabuhan.

Puluhan massa aksi yang menamakan diri Jong Halmahera itu menuntut agar bupati mereka untuk sementara waktu tidak diperbolehkan tinggal di daerahnya itu. Alasan Jong Halmahera adalah karena bupati baru saja pulang daerah zona merah Covid 19 yakni Jakarta.

Jong Halmahera sebenarnya sadar bahwa aksinya itu akan bikin panik, terutama pihak kepolisian karena kegiatan seperti ini untuk sementara tidak diperbolehkan sesuai Maklumat Kapolri.

Jong Halmahera tidak perduli, yang mereka perdulikan itu bupati segera menjalani karantina di suatu tempat yang jauh dari Halmahera Barat selama 14 hari sesuai protokol karantina.

Aksi penolakan bupati itu sebetulnya dipicu oleh kekecewaan masyarakat Jailolo terhadap sikap sang bupati yang terkesan "cuek" disaat musibah pandemi corona ini.

Perilaku bupati ini seolah-olah mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo bahwa setiap kepala daerah harus tetap berada di daerah masing-masing sambil memantau perkembangan Covid 19 seraya menyusun langkah-langkah pencegahan.

Perilaku bupati ini seolah-olah mengabaikan perintah Gubernur Maluku Utara KH. Abdul Gani Kasuba bahwa bupati dan walikota tidak boleh keluar daerah seraya menyiapkan diri menghadapi wabah Covid 19 ini.

Perilaku bupati ini seolah-olah mengabaikan keselamatan nyawa masyarakat Maluku Utara, terutama warganya sendiri, yakni masyarakat Halmahera Barat.

Selama masa pandemi Presiden Jokowi tetap bekerja tapi bekerja secara virtual. Rapat dengan kabinet secara online.

Artinya dunia semakin canggih, keperluan Anda di Jakarta bisa dilakukan lewat online. Karena dalam bencana tak perlu bertemu langsung, gunakan segala sumber daya yang ada untuk tetap melaksanakan tugas kedaerahan tanpa harus mengabaikan keganasan virus yang melanda dunia hari ini.

Baca Juga