Opini

Covid-19 dan Benteng Pelindung Rakyat

Sandin Abdu Rahman: Jurnalis Maluku Utara

Foto 11 kepala daerah Maluku Utara beberapa hari kemarin viral di media sosial. Dalam foto itu ditulis penanganan corona di Malut mau ke mana. Berlatar Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba, di depannya 10 Bupati/Walikota berjejer membentuk pagar.

Saya membayangkan ke 11 kepala daerah ini merupakan benteng pelindung sekaligus juru penyelamat rakyat Malut yang saat ini diguncang bencana paling luar biasa. Adalah Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 sejak 2 Maret lalu merongrong rakyat Indonesia. Dampak sosial begitu terasa, setelah lembaga kesehatan dunia World Health Organisation (WHO) menetapkan darurat pandemic secara global terkait kasus ini.

Kepanikan rakyat disertai phobia terus-menerus dihantui virus asal Huwan (Cina) ini.  Sebab korban terpapar positif covid-19 secara global sudah tembus dua jutaan  orang lebih, yang meninggal dunia mencapai 160 ribu jiwa lebih. Sementara Indonesia terhitung 19 April 2020 korban positif covid-19  diangka  6.200 sekian, dalam perawatan 5.000 sekian, sembuh 631, dan meninggal dunia  535 orang,  Korban positif covid-19 ini terdapat beberapa pejabat Negara Indonesia.(Infografis Liputan6.com)

Menteri Perhubungan  Budi Karya Sumadi, Walikota Bogor Bima Arya, Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Zulfikar, Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana,  dan Wakil Walikota Bandung Yana Mulyana. Mirisnya kabar duka menyelimuti tanah air setelah sekitar 25 orang lebih garda terdepan, tenaga medis beserta dokter harus wafat dalam kasus penanganan Covid-19 ini.

Ledakan kasus Covid-19 sejak awal, respon pemerintah terkesan lambat.  Majalah Tempo edisi 7 Maret 2020 bahkan memberi liputan berjudul,“ Tergagap Corona,” cara pemerintah menangani wabah covid-19 membuat public panik. Belakangan Undang-Undang Karantina Kesehatan nomor 6  Tahun 2018  disertai  Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibijaki  dan diberlakukan sekitaran Pulau Jawa, namun korban sudah berjatuhan.

Angka kematian berskala global dan nasional itu setidaknya memberi alarm “kematian” bagi rakyat.  Rasa gaduh secara imani, sosiologis, psikologis, dan ekonomi makin akut. Tempat-tempat ibadah dihentikan sementara menyelenggarakan ritual keagamaan. Budaya bersalaman atau berjabat tangan terasa berganti menundukkan kepala, budaya ojigi Jepang.

Gelombang mudik bulan Ramadhan-pun berpuasa disertai Hari Raya Idul Fitri Tahun ini ditiadakan beribadah di Mesjid atau Mushola. Hubungan bermasyarakat,  keluarga, kerabat kerja, pertemanan tiba-tiba harus dijauhkan secara fisik. Saling curiga, perilaku individual menonjol, kenyamanan hidup berdampingan satu sama lain renggang. Potret penolakan tempat isolasi pasien serta jenazah covid-19-pun terjadi. Diskriminatif keluarga korban pasien covi-19 serta tenaga medis makin menganga.

Sinyal disintegrasi sosial makin mengancam. Belum banjir hoaks covid-19 menyerupai predator menerjang saluran media social memukul psikologi rakyat makin menghawatirkan. Krisis kesejukan informasi membangun optimisme minim dikedepankan. Rakyat kelas bawah dihadapkan antara hidup dan mati karena ekonomi mencekik ditengah ancaman virus. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ribuan tenaga kerja berbagi sector pekerjaan atau telah dirumahkan menjadi bom waktu terhadap kehidupan mereka karena dampak covid-19.

Pemerintah harus ekstra berfikir menyelamatkan jutaan nyawa rakyat dilanda bencana daurat ini. Tidak sebatas kebijakan menyuarakan social distancing, physical distancing atau di rumah aja dengan tujuan memutus mata rantai penyebaran virus. Sebab lalulintas armada laut dan udara masih longgar memberi peluang besar penyebaran virus. Bukankah perjalanan kasus covid-19 ini tidak dengan sendiri hadir atau muncul dari dalam. Sebaliknya hampir semua datang dari luar daerah.

Meski wilayah Malut  secara positif covid-19 tidak ada korban meninggal, namun tingkat kewaspadaan rakat sejauh ini tetap menghentui setelah 4 pasien dinyatakan positif covid-19.  Setelah 2 orang berstatus ODP dinyatakan meninggal. Belum update perkembangan covid-19 terhitung 20 April 2020  dalam kategori Orang Tanpa Gejala (OTG) 130 orang, Orang Dalam Pemantauan (ODP) 249 orang, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) 5 orang. Sungguh kasus covi-19 ini. kita dilanda depresi yang bisa berkepanjangan jika tidak diatasi secepatnya.

Karena itu Gubernur Malut Abdu Gani Kasuba beserta 10 Bupati/Walikota selaku pemerintah saatnya menjadi benteng pelindung rakyat. Sebelum ada korban berjatuhan. Benteng pertahanan, memagari rakyat dari serbuan musuh bernama covid-19 ini. Benteng membangun kekuatan, optimisme, kepercayaan, edukasi, serta sinergitas dengan seluruh lapisan menyangkut ekonomi rakyat ditengah-tengah ancaman covid-19.

Kekompakan penuh responsive, se-misi menghadapi bencana wabah ini agar rakyat menaruh harapan serta kepercayaan di pundak kalian. Mengutip pernyataan Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet. “Kita memerlukan kepemimpinan yang responsif dan meyakinkan. Supaya kebijakan didukung rakyat, pemerintah harus berhasil membangun kesadaran dan saling percaya serta mendorong partisipasi publik,”  katanya dalam majalah Tempo, 12 April 2020.

Semoga ke 11 kepala daerah itu menjadi  benteng pelindung rakyat dari semenanjung Pulau Taliabu hingga Morotai. Bersinergi memerangi wabah covid-19 agar kepanikan rakyat disertai kesenjangan  sosial-ekonomi segara berlalu, agar kehidupan menjadi harmonisasi  normal kembali, agar penanganan corona  mau ke mana hanya ditujukan semata-mata keselamatan rakyat  Semoga demikian.

Penulis: Sandin Abdu Rahman
Editor: Red

Baca Juga