Bawaslu
Tak Hadir, Bawaslu Layangkan Panggilan Kedua untuk BUR-ADA

Ternate, Hpost – Bawaslu akan melayankan panggilan kedua kepada Wali Kota Ternate, Burhan Abdurahman dan Wakil Walikota Ternate, Abdullah Taher atau disingkat BUR-ADA, guna memintai klarifikasi terkait mutasi jabatan struktural di lingkup Pemerintah Kota Ternate, pada Rabu 1 Juli 2020, besok. Pasalnya, dua orang tersebut tidak hadir dalam panggilan pertama Selasa 30 Juni 2020, siang tadi.
“ Yang hadir baru tapi karena Pak Wali dan pak Wakil belum hadir. Jadi menghendaki harus dipanggil satu kali lagi untuk dimintai klarifikasi. Misalnya tidak hadirpun akan ditindaklanjuti dengan melakukan kajian berdasarkan hasil klarifikasi dan ketentuan UU No 10 tahun 2017, papar Anggota Bawaslu Kota Ternate, Devisi Hukum dan Penganan Pelanggaran, Sulfi Madjid, kepada Halmaherapost.com.
Sulfi mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi kepada Sekda Kota Ternate, Jusuf Sunya dan Kepala BKPSDM, Junus Yau, terkait kebijakan mutasi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Ternate.
“Tadi kami sudah mintai klarifikasi,” katanya.
Sulfi bilang, dari hasil klarifikasi akan dibuatkan kajian dan analisis hukum serta kesimpulan, kemudian diplenokan untuk menyatakan apakah perbuatan tersebut merupakan pelanggaran sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 71 Ayat (2) UU No. 10/2016 ataukah bukan merupakan pelanggaran.
“Kalau pelanggaran berarti akan ditindaklanjuti, tapi kalau bukan pelanggaran tentunya akan dihentikan,” katanya.
Oleh karena itu Bawaslu, kata Sulfi, juga menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, untuk memeberikan pendapat.
“Jadi, untuk mau bilang dia p hasil bagaimana, kami belum bisa sampaikan karena masih dalam tahap klarifikasi dan kajian kami,” katanya.
Sekretaris Kota Ternate Jusuf Sunya yang ditemui usai pemeriksaan kepada sejumlah awak media menjelaskan terhadap mutasi yang dilakukan sejumlah ASN di pemerintahan Kota Ternate, dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, pasalnya mutasi yang dilakukan bukan kepada pejabat struktural.
Hal ini, kata Jusuf, tertera dalam edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bahwa tidak boleh melakukan, mutasi atau penggantian pejabat 6 bulan sebelum pilkada, namun pada Undang Undang ASN, dan PP 42 tentang tentang ASN di dalamnya terkait dengan pelaksanaan tugas dan kebutuhan organisasi jadi ini normatif saja.
"Intinya mutasi ini bukan mutasi pejabat, ini hanya staf biasa," ungkap Jusuf.
Ia mengaku, mutasi yang dilakukan ini bukan pada mutasi yang dilakukan merupakan rekomendasi pimpinan OPD, karena yang bersangkutan dianggap tidak masuk kantor dan melakukan pembinaan.
Ada pun beberapa yang guru yang dilakukan mutasi karena mereka merupakan sarjana pemerintahan, jadi dilakukan penyesuaian pangkat, karena hal ini tidak bisa proses kenaikan pangkat.
"Untuk itu dipindahkan ke Kelurahan atau Kecamatan, agar bisa diproses kenaikan pangkat," singkatnya.
Komentar