Ekspor Ikan
Sempat Vakum, Koperasi SAP Kembali Ekspor Tuna ke Singapura

Ternate, Hpost - Sempat vakum beberapa bulan karena pandemi Covid-19, Koperasi Santo Alvin Pratama (SAP) kembali beroperasi. Koperasi yang bergerak di bidang perikanan ini, mulai ekspor daging ikan perdana ke Singapura.
Ekspor daging ikan Tuna sebanyak 3 koli dengan berat 300 kilo gram, Rabu 5 Agustus 2020, diekspor langsung ke negara tetangga, Singapura. Pengiriman dilakukan dengan menggunakan maskapai penerbangan Garuda pada pukul 11.00 WIT melalui Jakarta.
Semenjak adanya pandemi pada bulan Maret 2020, Koperasi SAP hanya menjual ikan lokal jenis Cakalang dan Layang dipasaran domestik saja, yakni Surabaya dan Jakarta.
Kendati begitu, dia harus banting harga asalkan stoknya terjual. Pasalnya untuk domestik ikan jenis Cakalang dan Layang masih sangat diminati.
"Dijual domestik aja, karena kebutuhan orang lokal dan nilai ekonomisnya dibawah untuk itu kita masih jual ke Surabaya dan Jakarta," ujar Hermanto.
Pemilik Koperasi SAP, Hermanto kepada Halmaherapost.com mengaku terpaksa merumahkan 20 karyawannya dan menggantikan sistem pembayaran gaji per bulan dengan pembayaran bagi hasil per hari, jika ada pasokan ikan yang masuk.
"Karyawan saya ada 25 orang, yang aktif bantu-bantu dikantor sisa 5 aja, sedangkan 20 orang saya rumahkan. Nanti kalau ada ikan masuk baru saya panggil mereka kerja bantu-bantu tapi hitungannya per hari, semisal dapat Rp 1 juta yah dibagi 10 orang, tapi untuk makan kita siapkan koki atau juru masak dari kantor ini," jelas lelaki paruh bayah ini.
Hermanto menyebutkan untuk ekspor daging Tuna sebelumnya sudah dilakukan pada tahun 2019 sebelum adanya Covid-19, dimana ekspor pertama kali dilakukan ke Jepang.
Biaya pengiriman ekspor dihitung sesuai volume barang yang dikirim. Tujuan Ternate-Singapura Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per kilogram, sedangkan untuk tujuan ke Jepang justru lebih mahal yakni Rp 60 ribu per kilogram.
"Jadi kalau kita ngirimnya dengan volume lebih besar harga ongkirnya bisa dikurangi, kalau ngirim ke Singapura sih dengan berat 300 kg masih ada provitnya, tapi kalau ke jepang terus ngirimnya cuman 300 kg, kemudian ongkirnya gede, yah kita malah gak dapat untung," pungkasnya.
Untuk daging Tuna dia menyebutkan tidak bisa dipasarkan di Indonesia karena marketnya tidak bisa, dengan harga daging Tuna loyin yang bisa mencapai Rp 100 ribu perkilogram. Jika disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, justru sangat mahal untuk itu daging Tuna dijual ke luar negeri.
Sebelumnya, sudah ada buyer yang melakukan permintaan seperti dari Jepang, Malaysia, dan Abu dhabi. Namun, belum ada kesepakatan harga.
"Ini kan perdana dan baru sampel saja kalau nanti pas tiba dan sesuai kebutuhan mereka dan mereka minta lagi berarti ini akan rutin dilakukan ekspor 3 kali dalam seminggu," pungkasnya.
Dia berharap dengan bangkitnya SAP di tengah masa pandemi ini, bisa mendorong perekonomian di kota Ternate khususnya bidang perikanan yang sempat drop beberapa bulan ini bisa kembali normal kembali.
"Saya sih berharap ekspor ini bisa jadi awal baik dan ke depan bisa rutin pengirimannya, kan lumayan juga kalau 3 kali kirim dalam seminggu termasuk nelayan juga bisa dapat rejeki dan saya juga bisa memperkerjakan karyawan-karyawan saya yang dirumahkan,"harapnya.
Oleh karena itu, Hermanto meminta kepada instansi terkait seperti Dinas Perikanan Kota Ternate, Bank Indonesia, Bea Cukai, Balai Karantina dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara bisa mewujudkan akta parada yang sudah ditandatangani pada 2019 lalu.
"Sekiranya pemerintah dan instansi terkait bisa sama-sama mewujudkan akta parada tersebut, dan memotivasi para pelaku usaha yang ada di Maluku utara khususnya kota Ternate dalam meningkatkan perekonomian daerah terutama eskpor," tutupnya.
Komentar