Perwali Masker

Perwali Masker di Ternate Dinilai Cacat Hukum

Pembagian masker di wilayah pasar Gamalama Ternate || Foto: Ija/Hpost

Ternate, Hpost - Pengacara Yayasan Bantuan Hukum TRUST Maluku Utara Sabri Bachmid dan Furkan Abdullah angkat bicara soal landasan hukum penerapan saksi pidana yang hanya menggunakan Peraturan Walikota (Perwali).

Perwali Kota Ternate Nomor 20 tahun 2020 tentang penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 dinilai cacat hukum.

Upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran virus Corona merupakan tanggungjawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat, untuk itu dikeluarkan peraturan Walikota Nomor 20 tahun 2020 tentang penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Semestinya aturan itu dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) sebagaimana ketentuan dalam pasal 15 UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dalam pasal 15 UU No 12/2011 berbunyi “ materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam a. Undang-undang, b. Peraturan daerah provinsi, atau c. peraturan daerah kabupaten/kota”.

Dengan begitu, sanksi sebagaimana termuat dalam Perwali Kota Ternate Nomor 20/2020 pasal BAB V Pasal 7 ayat 2 adalah cacat hukum.

"Materi muatan dalam pasal tersebut tidak diperbolehkan berada dalam Peraturan Walikota yang dimaksud,” kata Sabri.

Jika pemerintah daerah menginginkan pemberian sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran Covid-19, maka semestinya dibuatkan Perda Kota bukan Perwali yang saat ini digunakan oleh Pemkot.

Ada 2 (dua) peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan acuan tentang jenis sanksi yang dapat dimuat dalam perda yaitu UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan Undang- undang pasal 15 dan UU No 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal 238 ayat 1, 2 dan 3.

"Sanksi merupakan pengurangan hak seseorang atau warga negara dan karena merupakan pengurangan hak, produknya harus dihasilkan oleh pemerintah dan perwakilan masyarakat, dalam hal ini DPRD," ujar Sabri.

Senada dengan Furkan yang mengatakan bahwa ketentuan pidana hanya dapat dimasukan dalam peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang atau Peraturan Daerah Provinsi, Kota/Kabupaten.

Sehingga, selain dari itu tidak diperbolehkan. Jika dipaksakan maka hal ini bertentangan dengan syarat yuridis berlakunya peraturan perundang-undangan, karena peraturan perundang-undangan juga harus memenuhi syarat yuridis dimana harus dilandasi oleh peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi, sedangkan dasar berlakunya Perwali ini tidak cukup.

Sabri menjelaskan, di dalam hukum tata negara dikenal dengan istilah Freismen Ermmesen yaitu kebebasan bertindak atau mengambil keputusan pada pejabat publik yang berwenang berdasarkan pendapat sendiri atau lebih familiar dengan sebutan diskresi, namun perlu diingat bahwa Perwali merupakan pelengkap dari asas legalitas yaitu aturan pelaksana atau dikenal dengan istilah hukum formil.

"Jangan pemerintah kita terkesan melakukan penegakan hukum dengan cara melawan hukum, sebab dasar hukum yang dipakai dalam menegakkan hukum hanya dalam bentuk perwali, sedangkan dalam Undang-undang diamanahkan harus dalam bentuk UU, Perda provinsi,  kota /kabupaten, oleh sebab itu kami minta pemerintah kota Ternate agar Perwali No 20/2020 dapat ditingkatkan menjadi Perda kota," tandas Furkan.

Penulis:

Baca Juga