EcoNusa Indonesia
“Bahalo Sagu”, Sisa-sisa Kebertahanan Pangan Lokal di Desa Samo, Halmahera Selatan
Bacan, Hpost - Festival Kampung yang dilakukan EcoNusa Indonesia, digelar pada beberapa desa di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), turut menampilkan beberapa produk pangan lokal.
Di Desa Samo, Gane Barat Utara misalnya. EcoNusa Indonesia yang bekerja sama dengan Perkumpulan PakaTiva.
Kegiatan yang seluruhnya disiapkan dan diselenggarakan masyarakat itu, selain membuat produk olahan pangan lokal seperti sagu, singkong dan padi ladang, juga menampilkan beberapa atraksi budaya.
Selain menampilkan beberapa olahan makanan dari sagu, juga singkong dan ubi jalar atau batatas. Masyarakat juga mengolah padi, dengan ditumbuk secara tradisional menggunakan lesung dan alu.
Produk makanan dari pangan lokal ini, turut dihidangkan kepada warga dan tamu yang hadir dalam acara ini.
"Pangan lokal, yang ada ini menjadi tanda atau memberi pesan kepada semua pihak bahwa, banyak pangan lokal yang diusahakan oleh warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujar Direktur Eksekutif EcoNusa Bustar Maitar saat memberi pesan-pesan dalam acara Festival ini.
Baca juga:
Dia bilang, warga sebenarnya mandiri dengan pangan lokal yang mereka miliki. Soal makanan dari sagu ada beberapa jenis makanan, dengan bahan baku tepung sagu yang dihasilkan misalnya, popeda, sinyole (Sagu yang disangrai) boko boko (sagu yang dimasak di dalam bambu) dan baha-baha (tepung sagu dibungkus daun sagu lalu dibakar).
Soal pangan sagu ini, masyarakat turut memeragakan cara mengolah sagu. Warga menyebutkan dengan bahalo sagu. Bahalo sagu ini ditunjukkan mulai dari proses mengolah pokok sagu, diremas hingga menjadi tepung sagu.
Tidak itu saja, wadah menaruh tepung sagu juga dibuat dari daun rumbia yang dianyam membentuk seperti ember yang disebut dengan tumang.
Menurut masyarakat, apa yang mereka tunjukan adalah bagian dari simbol mengolah pangan lokal secara tradisional, yang kini sudah mulai ditinggalkan warga.
Misalnya, untuk bahalo sagu di beberapa tempat di Maluku Utara (Malut) tidak lagi menggunakan Ngongalo (alat pemukul pokok sagu-red), tetapi menggunakan mesin untuk menggiling.
"Rata-rata masyarakat sudah menggunakan mesin, untuk menggiling pokok sagu. Jadi kami menggunakan alat-alat tradisional ini untuk menunjukkan alat alat pemukul sagu yang sudah mulai hilang ini,” ujar Luth Komo-komo salah satu warga yang turut memeragakan cara bahalo sagu dengan Ngongalo.
Cara mengolah sagu secara tradisional Desa Samo, sudah lama ditinggalkan. Padahal menurut masyarakat dari sisi rasa tepung sagu, yang dipukul dengan alat tradisional dan mesin sangat berbeda.
"Jelas dari segi rasa antara yang diolah dengan mesin, dan menggunakan alat tradisional ngongalo sangat beda," jelasnya.
Sementara untuk pangan dari padi ladang ,warga sempat membuat atraksi tumbuk padi mengunakan lesung dan alu.
Komentar