Buruh Tambang
Kisah Asnawi yang Gagal Menjadi Karyawan Tetap PT IWIP
Weda, Hpost - Harapan Asnawi Lestaluhu bersama beberapa rekannya, untuk menjadi karyawan permanen di PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) pupus sudah.
Bagaimana tidak, Asnawi Lestaluhu diketahui melakukan pelanggaran dengan menyebarkan video larangan beribadah karyawan oleh PT Honglu beberapa waktu lalu.
Yang diketahui, perusahan tersebut merupakan salah satu Subkontraktor (Subkon) di PT IWIP.
Beberapa rekan kerja Asnawi, juga tidak diikat sebagai karyawan permanen di PT IWIP, dengan alasan tidak jelas.
Dalam rilis yang dikirim PC FSP KEP SPSI Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Asnawi Lestaluhu menjelaskan, video tersebut ditonton tidak sampai selesai, lantaran signal yang tidak bagus.
Dan tidak mengetahui, larangan beribadah kepada karyawan terjadi di PT IWIP, yang notabene dirinya bekerja sebagai karyawan di perusahan, yang bergerak di bidang pertambangan itu.
"Saya nonton sepotong-sepotong, dan tidak sampai selesai. Karena isi video ada perdebatan antara atasan dan bawahan, maka saya sebarkan ke Sosial Media (Sosmed). Lalu kemudian, saya bikin referensi hukum tentang hak beribadah yang diatur dalam UUD 1945, kemudian UU ITE dan UU nomor 13 tahun 2003," jelasnya.
Asnawi bilang, sehari setelah video tersebut disebarkan. Dirinya dimintai untuk menghapus video tersebut, oleh salah seorang bernama Bilal, yang diketahui bekerja di bidang Humas PT IWIP.
Permintaan Bilal selaku Humas PT IWIP, yang meminta menghapus video tersebut dari Sosmen atas konsultasi dan permintaan Memed, yang diketahui bekerja sebagai perwakilan HRD PT IWIP.
"Lewat WhatsApp, Pak Bilal meminta hapus video itu. Dan saya juga jelaskan bahwa saya tidak tahu, kalau PT Honglu adalah mitra PT IWIP atau salah satu perusahan Subkon mereka," ujarnya.
Beberapa hari kemudian, dirinya dipanggil menghadap salah seorang Manager PT IWIP yang bernama Hunter. Panggilan itu tidak lain, untuk menjelaskan hal yang sedang terjadi.
"Kemudian persoalan ini tidak langsung diproses, seharusnya perusahaan panggil, karena waktu itu saya masih dalam ikatan kerja dan kalau memang saya melanggar peraturan perusahaan dan harus diberikan sanksi," cetusnya.
Menurutnya, menyangkut dengan syarat-syarat menjadi karyawan permanen sudah dijalankan dan pada akhirnya gagal total. Menyangkut dengan kontrak kerja ke tiga, dirinya juga sudah melebihi masa kerja 10 hari dari kontrak tersebut.
Yang seharusnya PKWT ke tiga berakhir pada 17 November 2020, namun tidak ada pemberitahuan secara resmi dari pihak managemen berupa surat.
Mengingat kontrak kerja dibuat secara tertulis, maka secara hukum surat pemberitahuan dibuat harus secara tertulis juga.
"Dalam kontrak kerja di pasal 1 ayat 1 butir c berbunyi, sekurang-kurangnya perusahan memberitahukan mau lanjut atau tidak sekurang-kurangnya 14 hari, itu tidak ada sama sekali.
Dalam pasal 59 ayat 7 UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Kepmen tahun 2004 juga berbunyi, bekerja melebihi dari kontrak kerja maka secara otomatis status berubah manjadi karyawan tetap," paparnya.
Lantaran tidak ada pemberitahuan resmi, dirinya memutuskan untuk bekerja sampai 28 November 2020.
"Kalaupun perusahan melarang untuk bekerja, minimal harus ada surat larangan bekerja. Karena belum ada, saya tetap bekerja dan itu dibuktikan dengan absen saya terhitung 18 sampai 28 November 2020," pungkasnya.
Komentar