Kekerasan Seksual

Halmahera Barat Darurat Kekerasan Seksual terhadap Anak, Polisi Diminta Seriusi Kasus

Jumlah peningkatan kekerasan seksual terhadap anak di Halmahera Barat || Infografis: Layank/Hpost.

Ternate, Hpost - Angka kekerasan seksual anak di bawah umur di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), Provinsi Maluku Utara, terus meningkat di tiga tahun terakhir.

Oleh karena itu, polisi diminta serius menangani kasus kekerasan seksual dengan hukuman setimpal.

Dari data yang dihimpun Halmaherapost.com pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) menyebutkan, kasus kekerasan seksual terhadap anak pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 3 kasus, dan 2019 naik menjadi 6 kasus. Januari hingga Desember 2020 tahun lalu berjumlah sebanyak 11 kasus.

Sementara di awal tahun 2021 sudah terdapat 1 kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Kepada halmaherapost.com, Area Program Manager Lembaga Perlindungan Anak, Wahana Visi Indonesia (WVI) Ternate, Charles Frans, mengecam keras tindakan yang merenggut masa depan anak-anak itu.

"Kami sangat prihatin kepada korban dan keluarga korban apalagi usia anak masih 6 tahun, tentunya ini sangat berdampak pada psikis dan kesehatannya," ungkap Charles.

Sebagai Lembaga Perlindungan Anak, pihaknya meminta kepada pihak aparat kepolisian untuk segera mengambil tindakan penegakan hukum, kepada pelaku dan menyelidiki lagi apakah masih ada korban-korban lainnya, yang pernah dilakukan sang predator itu.

Menurutnya, kebanyakan pelaku kejahatan kekerasan seksual berasal dari orang terdekat atau sekitar.

Ini tentunya sangat diperlukan, adanya pemahaman sosialisasi kepada orang tua tentang bagaimana memberikan rasa aman, dan perlindungan kepada anak-anak dirumah dan lingkungan sekitar tempat anak bermain.

"Pasti jadi traumatik yang berkepanjangan, bagi keluarga korban dan khususnya korban sendiri yang akan tumbuh besar. Sehingga kita berharap, dengan kejadian itu bisa menjadi perhatian bersama, baik orang tua, pemerintah, tokoh agama maupun tokoh adat," pintanya.

Charles bilang, Fransiska Renjaan selaku Kepala DP3A Kabupaten Halbar, tentunya bisa membantu anak dan keluarga mengembalikan psikologi sang anak, yang menjadi korban.

Kenapa? Perjalanan hidup sang anak juga masih panjang, sehingga bisa menggapai cita-cita yang diidamkannya kelak.

Disinggung apakah hukuman suntik kebiri pantas untuk pelaku, Charles menjawab tentunya hukuman tersebut yang sudah disahkan bisa saja dilakukan.

Namun dengan begitu, ada level-level yang menjadi alasan untuk seseorang pelaku disuntik kebiri.

Tetapi kembali lagi, yang mana merupakan rana hukum dan Pengadilan yang berhak memutuskan, hukuman yang setimpal bagi pelaku.

"Secara pribadi, saya justru mendukung dengan adanya hukuman suntik kebiri. Karena dengan hukuman kebiri juga bisa mencegah akan terjadinya kembali, kejadian serupa kepada orang lain dan tentunya ini sekaligus memberi efek jera, bagi pelaku dan orang lainnya. Kalau memang hukumannya sudah ada dan sesuai bukti-bukti mengarahkan untuk mendapatkan tindakan seperti itu, maka kami sangat mendukung," tegasnya.

Baginya, anak-anak sangat rentan sehingga dari pihak keluarga khususnya orang tua, harus memastikan bahwa anak-anak sudah mendapatkan perlindungan dan diperhatikan dengan baik.

Karena pelaku kejahatan seperti itu, biasanya datang dari orang terdekat bahkan keluarga sendiri.

Bahkan untuk pemahaman seperti ini, tidak hanya bagi orang tua tapi lingkungan sekitarnya juga perlu mengetahui hal itu.

Program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), dimana lingkungan ikut mendukung perlindungan anak sangat baik.

Karena semua anak adalah anak kita, sedangkan pemerintah harus terus menggalakan sosialisasi dan edukasi, tentang perlindungan terhadap anak sehingga baiknya kejadian seperti ini tidak terulang kembali.

"Semua orang harus mengambil perannya masing-masing, sesuai tupoksinya. Baik itu pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat bahkan tokoh adat sekalipun," tandasnya.

Penulis: Yunita Kadir
Editor: Firjal/Munawir

Baca Juga