Iuran

Kadishub Ternate Akui Diancam Pengusaha dan ASN, Ini Kronologinya

Aktivitas bongkar muat di Areal Pertokoan Jln Pahlawan Revolusi, Selasa 9 Februari 2021 | Foto: Yunita Kadir/JMG

Ternate, Hpost – Petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Ternate dihadang salah satu pengusaha saat menagih iuran bongkar muat di gudang pertokoan depan Gereja Katholik St.Willibrordus-Gereja Batu.

Kepala Dishub, Faruk Albaar kepada Halmaherapost.com, Selasa 9 Februari 2021, membeberkan kronologis kejadian. Faruk menceritakan, pada Senin 8 Febuari 2021, sekira pukul 14.00 WIT petugasnya membawa bukti kesepakatan yang harus dibayarkan oleh pihak toko sebanyak 4 bulan dengan nominal sebesar Rp 4 juta.

Faruk bilang, itu sesuai kesepakatan bersama pihak toko yang melakukan bongkar muat di depan toko dengan tarif Rp 28 ribu per jam atau dengan biaya bongkar muat barang Rp 1 juta per bulan.

"Perda ini sudah kita terapkan sejak 2013, kita juga sudah pernah lakukan ini di depan Gereja Batu karena di situ selalu macet karena ada bongkar muat. Nah kemarin itu kita lakukan lagi, hanya saja saat menagih pihak toko malah tidak terima dan membawa surat tagihan tersebut kembali ke kantor Dishub," ucap Faruk.

Ia mengaku, bahkan Hartono selaku menantu pemilik toko bersama Samin Marsaoly, yang saat ini menjabat staf ahli di Pemkot Ternate mendatanginya di kantor dan mengancam.

"Kami juga waktu di lapangan dihalang-halangi oleh Samin, kemudian Ono (Hartono) dan Samin datang ke kantor Dishub dan mengamuk ke saya. Samin juga mengancam akan memukul saya, hanya saja saya bingung. Samin ini kapasitasnya sebagai apa sehingga datang mengamuk di kantor saya," ungkapnya.

Ia mengatakan, jika pihak toko ingin meminta keringanan, tentunya Dishub bisa menerimanya. Hanya saja Faruk menduga ada dalang di balik insiden tersebut.

"Entah siapa tapi saya duga ada yang memanas-manasi pihak toko sehingga mereka datang bentak-bentak saya," jelasnya.

Petugas Dishub Kota Ternate, kata dia, sudah menjalankan tugas sesuai Peraturan daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang bongkar muat.

“Berdasarkan struktur dan besarannya, tarif retribusi ditetapkan berdasarkan golongan, lokasi atau tingkat kepadatan, kelas jalan, jenis kendaraan, dan jangka parkir. Kemudian untuk struktur besarnya tarif ditetapkan di antaranya di tepi jalan padat seperti Jalan Pahlawan Revolusi, Jalan Boesoirie, Jalan Nukila, Jalan Ketilang, dan kawasan Tapak yang ditandai dengan rambu petunjuk parkir, yang keseluruhannya adalah kawasan parkir,” paparnya.

“Untuk tarif kendaraan bermotor lebih dari roda 4 yakni Rp 3 ribu per jam, dan jam berikutnya 50 persen dari tarif. Kendaraan bermotor roda 4 yakni Rp 2 ribu per jam, dan jam berikutnya 50 persen dari tarif, sedangkan untuk kendaraan bermotor roda 2 dan 3 dikenakan tarif Rp 1.000 per jam,” pungkasnya

Aktivitas bongkar muat di Areal Pertokoan Jln Pahlawan Revolusi, Selasa 9 Februari 2021 | Foto: Yunita Kadir/JMG

Dugaan Ancaman Dibantah 

Sementara itu, Hartono yang ditemui awak media, Selasa 9 Februari 2021 ketika ditanya soal ancaman pemukulan, membantah. Ia mengaku kedatangannya hanya menanyakan rincian tagihan senilai Rp 12 juta tersebut.

“Karena selama ini tidak ada sosialisasi dari Dishub Kota Ternate,” ucap Hartono.

Hartono bilang, Dishub datang membawa tagihan sebesar Rp 12 juta, sedangkan dalam perda tersebut untuk penerapannya tidak tertera area seperti jalan Cristina Marta Tiahahu.

“Ini jelas bahwa Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang bongkar muat barang di tepi jalan sudah menyimpang,” katanya.

Pemilik Toko Sederhana itu mempertanyakan tagihan besaran tagihan yang dibebankan ke pihak toko. Ia mengaku, selama ini pihak toko tidak pernah tahu rincian atau hitungan per jam ataupun per hari berapa.

"Saya tidak mau berurusan panjang saya hanya mau tanyakan apa saja rinciannya sehingga saya harus bayar Rp 12 juta. Bukan itu saja, yang saya herankan kenapa hal ini tidak disosialisasikan sejak awal, karena kami juga dulu bayar retribusi tapi perda parkir tepi jalan, tapi katanya sekarang sudah berubah jadi perda bongkar muat barang," paparnya.

Hartono bahkan menilai penerapan perda tebang pilih. "Kalau ingin terapkan perda jangan tebang pilih, jangan hanya di bagian barat tapi harus terapkan mulai dari Sulamadaha sampai ke arah selatan kota, bagaimana kong saya pe papa mantu yang dorang tagi saja," keluhnya.

Sementara itu, Samin Marsaoly yang dihubungi melalui sambungan telepon, menegaskan, sikapnya itu dibenarkan karena saat ini ia masih menjabat, staf ahli bidang hukum, politik dan pemerintahan.

Menurutnya, itu kewajiban terlepas dari hubungan pertemanannya dengan Ono. “Kalau ada keluhan saya harus merangkap. Sekali lagi terlepas saya berteman dengan dia, saya pejabat,” tegasnya.

Oleh karena itu, Samin bersama Ono meminta klarifikasi ke kadishub. Datanglah torang ke kadishub. saya minta penjelasan, apakah perda ini sudah ada perubahan atau belum. Selagi perda itu masih menggunakan yang lama,saya tahu karena saya yang menyusun saat jadi kadishub tahun 2011,” paparnya.

Samin menjelaskan, perda no 13 tahun 2011 itu terkait dengan parkir tepi jalan. Ia juga mempertanyakan dasar pungutan dishub.

“Saya minta klarifikasi, dasar apa sampai ngoni pungut dorang ini. Dia bilang ini kan parkir inap, saya bilang kalau parkir inap tidak bisa kena dong,” tuturnya.

Sementara perda tersebut tidak memasukan jalan Christina Martha Tiahahu sebagai kawasan yang kena iuran. Perda hanya berlaku di jalan khusus.

“Perda itu saya yang bikin. Terus orang memungut, setelah ada perda, kan harus ada peraturan wali kota terkait penjabaran itu. Kalau tidak berarti pungli. Saya bilang begitu,” jelasnya.

Samin mengaku saat pernyataan itu disampaikan ke Faruk, Kadishub merespon dengan marah. “Itu yang membuat tegang. Ada adu argumen. Terus kami pulang. Cuma dia merasa torang ada ancam, sudah itu urusan hukum. Saya hargai. Intinya saya hanya menjelaskan tentang perda. Jangan sampai terjadi pungli,” pungkasnya.

Penulis: Yunita Kadir
Editor: Firjal/Rajif

Baca Juga