Perkara

Saling Bantah Sidang Perkara Perselisihan Hasil Pilkada Sula

Sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula, Maluku Utara, 2020.

Sanana, Hpost - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula, Maluku Utara, 2020.

Sebagaimana dalam live Youtube, Panel 3 MK-RI, Perkara Nomor 90 dan 08/PHP.BUP-XIX/2021, Selasa, 9 Februari 2021, persidangan kali ini terkait pembacaan jawaban dari KPU selaku pihak termohon.

Dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi (MK) RI, agenda sidang untuk mendengarkan jawaban dan pengesahan alat bukti dari KPU, Adeningsi Mus - M. Saleh Marasabessy, dan Bawaslu atas gugatan nomor 30/PHP.BUP-XIX/2021 yang diajukan Hendrata Thes - Umar Umabaihi (HT-UMAR) pada sidang perdana yang berlangsung, Jumat, 29 Januari 2021.

Dalam persidangan tersebut, kuasa kukum KPU Kepulauan Sula, M. Jusril, membantah seluruh dalil permohonan dari pemohon yang menyatakan bahwa, jumlah surat suara sah melebihi DPT, DPTB dan surat suara cadangan.

"Seperti Kecamatan Sanana, Sulabesi Timur, Sulabesi Tengah, Sulabesi Selatan, Mangoli Utara, dan Mangoli Selatan itu tidak benar," katanya.

Ia mengakui ada keselahan input atau penulisan angka di tingkat TPS. Namun sudah diperbaiki dalam rapat Pleno tingkat kecamatan maupun kabupaten.

Bahkan semua saksi di tiga pasangan calon serta Bawaslu mendatangani hasil perbaikan berupa perhitungan, sehingga tidak ada rekomendasi dari Bawaslu.

Terkait kelebihan 2 suara di TPS 5 Desa Falabesahaya dan 1 suara di TPS 2 Desa Kaporo, kata Jusril, sudah dikroscek dari tingkat kecamatan hingga kabupaten.

"Dan itu tidak ditemukan bukti, sehingga kami membuat berita acara yang ditandatangani oleh ketiga saksi pasangan calon dan Bawaslu Kepulauan Sula," jelasnya.

Sementara, Ketua KPU Kepulauan Sula, Yuni Yuningsi Ayuba, menanggapi pertanyaan Hakim MK soal rekomendasi Bawaslu untuk melaksanakan PSU di TPS 1, 2, 3, 4, 5 Desa Mangoli dan TPS 1 Desa Waitulia.

"Iya benar, kami tidak laksanakan PSU yang mulia. Rekomendasi PSU kami terima di hari ke 5 pasca pencoblosan, sehingga bertantangan dengan PKPU, dan sesuai rapat Pleno KPU Kepulauan Sula, kami menolak rekomendasi Bawaslu berdasarkan dengan tenggat waktu yang mulia," tutur Yuni.

Dengan demikian, Jusril pun meminta majelis hakim menolak permohonan dari pemohon seluruhnya.

Karena yang benar, menurut Jusril, adalah hasil pleno KPU Kepulauan Sula dengan perolehan suara untuk paslon nomor urut 1 HT-UMAR: 17.691, paslon nomor urut 2 ZADI-IMAM: 14.813, dan paslon nomor 3 FAM-SAH: 20.119.

"Jika majelis hakim berpendapat lain, agar dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya," tandasnya.

Koordinator Divisi Hukum Bawaslu Kepulauan Sula, Ajuan Umasugi, menuturkan, sebelumnya mereka mendapat laporan dari Panwas dan langsung bergerak menelusuri di lapangan.

"Setelah itu kami kaji sekaligus menggelar rapat pleno pada hari ke 4 malam. Tapi karena jarak antara kantor Bawaslu dan KPU cukup jauh. Maka besok harinya baru diantar ke KPU, sehingga isi suratnya tertulis di waktu terakhir. Tapi surat terlambat masuk ke KPU," bebernya.

Majelis Hakim MK kembali bertanya terkait surat masuk pada hari ke 5, bahwa apakah bertantangan dengan PKPU atau tidak.

Terkait hal itu, kata Ajuan, Bawaslu mengakui ada keterlambatan surat rekomendasi PSU di 6 TPS. "Karena hari ke 5 dan itu bertantangan dengan PKPU yang berlaku," ungkapnya.

Sementara, kuasa hukum Erna Ratnaningsih, menegaskan bahwa, pemohon tidak memiliki kekuatan hukum. Karena selisih suara sah sudah melewati ambang batas.

"Jadi permohonan dari pemohon tidak mampu membuktikan data-data dan menjelaskan kejadian yang sesungguhnya," ungkapnya.

Olehnya itu, lanjut dia, tuduhan pemohon tidak jelas dan kabur, sehingga permohonan dari pemohon tidak layak untuk diterima dan harus ditolak oleh majelis hakim.

Erna juga membeberkan beberapa kecurangan dan keterlibatan oknum ASN, kepala desa, serta money politik yang dilakukan oleh paslon nomor 1 Hendrata Thes-Umar Umabaihi.

Seperti, dugaan Kepala Bagian Sekretariat Daerah Kepulauan Sula membayar hotel untuk aktivitas tim sukses HT-UMAR, salah satu kepala dinas menarik sejumlah bantuan mesin dan fiber, sejumlah kepala desa mengarahkan masyarakat untuk mengikuti kampanye.

"Parahnya lagi, kepala desa memaksa nelayan menjemput paslon dengan menggunakan fiber bantuan menggunakan dana desa setempat, serta membagi uang sebesar Rp 200.000 pada sejumlah desa di Kepulauan Sula," bebernya.

Dengan demikian, Erna meminta majelis hakim menolak seluruh permohonan dari pemohon, dan Majelis Hakim dapat menerima hasil Pleno KPU Kepulauan Sula terkait perolehan suara paslon nomor urut 1 HT-UMAR: 17.691, paslon nomor urut 2 ZADI-IMAM: 14.813, dan paslon nomor 3 FAM-SAH: 20.119.

"Tapi jika Majelis Hakim berpendapat lain, agar dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya," tukasnya.

Baca Juga