Kultur

Sketsa Kehidupan Anak di Pasar Ternate

Frame foto hitam – putih yang mengambarkan sisi lain kehidupan anak di Pasar Gamalama, Ternate, terpajang di dinding hingga jendela lantai 1 Gedung Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun Ternate. || Foto: Julfikar Sangaji/Hpost

Ternate, Hpost – Sebanyak 14 frame foto hitam – putih yang di-print out, terpajang di dinding hingga jendela lantai 1 Gedung Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara, Senin 15 Februari 2021.

Foto yang menggambarkan aktivitas anak-anak di kawasan Pasar Gamalama Ternate itu, dibuat sendiri oleh Adlun Fiqri, mahasiswa Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unkhair Ternate.

Saat ini, Adlun tengah mengikuti sidang seminar hasil penelitian yang diikutsertakan dengan pameran foto. Mengangkat judul “Ana Pasar: Study Etnografi Pada Anak-anak di Kawasan Pasar Gamalama,” Adlun seakan menyingkap sisi emosionalnya selama berada di Ternate.

Sejumlah mahasiswa tampak mengamati hasil karya Adlu Fiqri di lantai 1 Gedung Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun Ternate. || Foto: Julfikar Sangaji/Hpost

Bagi dia, kehidupan di pasar bukan semata transaksional dan persaingan ekonomi yang lazim ditemukan. Tapi ada semacam pandangan yang kontras atas stigma konservatif itu.

Ketertarikannya dengan dunia anak-anak di Pasar Gamalama, bukan saat ia memutuskan untuk meneliti mereka. Tetapi terhubung dengan jejak awal berkecimpung di perguruan tinggi.

Itulah mengapa, ia menyimpulkan bahwa ‘ana pasar’ adalah unit sosial yang tumbuh dengan kultur yang menarik. Mulai dari bermain hingga membantu orang tua yang sedang berdagang. Semuanya terekam utuh dalam lembaran kertas-kertas itu.

Frame foto hitam – putih yang mengambarkan sisi lain kehidupan anak di Pasar Gamalama, Ternate, terpajang di dinding hingga jendela lantai 1 Gedung Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun Ternate. || Foto: Julfikar Sangaji/Hpost

Kepada Halmaherapost.com, Selasa 16 Februari 2021, Adlun bercerita, pada Juni 2020, ia tengah melaksanakan penelitian di kawasan Pasar Gamalama. “Meneliti kelompok ana pasar untuk studi akhir di Jurusan Antropologi Sosial,” katanya.

Selama observasi di lapangan, Adlun banyak memotret secara acak aktivitas manusia di jantung perekonomian Kota Ternate itu. “Terutama anak-anak yang menjadi fokus studi saya,” katanya.

Foto-foto tersebut diambil Adlun secara asal-asalan menggunakan telepon genggam, tanpa memikirkan komposisi yang artsy dengan setingan eksposure yang biasa saja. “Karena saya beranggapan, toh foto ini hanya jadi semacam lampiran dalam skripsi dan tidak terlalu menjadi perhatian,” tuturnya.

Sabtu malam beberapa pekan lalu, saat menyusun powerpoint untuk kepentingan presentasi seminar hasil penelitian, ia coba mengubah foto – foto tersebut menjadi hitam – putih. “Dan hasilnya… ya... yang seperti Anda lihat sekarang,” katanya.

Kala itu, Minggu pagi, muncul ide yang tak biasa. Saat menatap loteng, tiba-tiba lelaki dengan rambut sebahu itu mendapat sebuah ide. “Bagaimana kalau foto-foto ini saya cetak dan bawa ke kampus lalu ditempel di dinding fakultas ?,” kenang Adlun.

Ia pun meneruskan ide ini ke rekan-rekannya di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Mantra, dan direspon baik. “Maka jadilah sebuah pameran foto yang secara tiba-tiba, hehe,” tutur pegiat literasi jalanan ini.

Menyentil soal tema pameran ‘ana pasar’, Adlun bilang, itu diambil dari judul skripsinya. “Lalu siapa itu ana pasar ? Perkotaan, khususnya kawasan pasar, tidak hanya sekadar ruang untuk aktivitas transaksional dan persaingan ekonomi semata,” katanya.

Menurut dia, di Ternate, pasar juga menjadi ruang bagi sekelompok anak yang beraktivitas dengan karakteristiknya tersendiri. “Dalam aktivitasnya di kawasan pasar, setidaknya ada 5 kategori ana pasar yang dapat disimpulkan dari penelitian saya,” katanya.

Sejumlah mahasiswa tampak mengamati hasil karya Adlu Fiqri di lantai 1 Gedung Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun Ternate. || Foto: Julfikar Sangaji/Hpost

Antara lain, papar Adlun, barmaeng, yakni anak-anak yang ke pasar hanya untuk bermain; bajual, bagi anak yang mengasong; baangka atau anak-anak yang menjadi kuli panggul; bajaga, yaitu anak-anak yang dipercayakan menjaga lapak dagangan; dan yang terakhir adalah mengamen.

Berbagai kategori ini, menurut dia, terkadang beririsan. Sebab seorang anak kadang mempraktekan lebih dari satu kategori dalam waktu tertentu.

“Dari 14 foto yang saya tampilkan di sini, memang tidak merepresentasikan secara holistik kehidupan anak-anak tersebut. Tapi setidaknya, saya berharap ini bisa memberi gambaran awal bagi Anda mengenai kehidupan ana pasar,” tuturnya.

Baca Juga