Sejarah

Ternate Butuh Regulasi Cagar Budaya

Benteng Fort Oranje, Ternate, Maluku Utara. || Dok: Facebook/Info Maluku Bersatu

Ternate, Hpost – Sebagai kota yang memiliki peran dalam sejarah dunia, Ternate banyak menyimpan warisan sejarah dalam bentuk cagar budaya yang perlu dilindungi, lewat sentuhan regulasi.

Pagi tadi, Selasa 23 Februari 2021, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Maluku Utara melakukan kunjungan ke DPRD Kota Ternate, untuk membahas tentang sosialisasi Ranperda Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya.

Ketua Bapemperda Ternate, Junaidi A. Bahrudin mengatakan, kunjungan DPRD Maluku Utara untuk mendengar masukan dari legislator Kota Ternate ihwal materi dalam ranperda tersebut.

“Tahun ini kan kita juga menginisiasi perda yang sama. Jadi supaya tidak terjadi tumpang tindih kewenangan,” katanya.

Ia bilang, pembentukkan perda ini menjadi sesuatu yang penting agar bisa mengakomodasi apa yang sudah ditetapkan pemerintah, untuk kepentingan pelestarian cagar budayanya. Faktor penting menyangkut hal ini adalah belum adanya Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).

Sekadar diketahui, TACB merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan dalam menetapkan sebuah objek sebagai cagar budaya. Pentingnya peran TACB ini juga diungkapkan oleh Maulana Ibrahim, Dosen Arsitektur Universitas Khairun Ternate.

Pria yang juga pendiri Ternate Heritage Society ini, mengaku sejak lama telah menyampaikan betapa pentingnya TACB dalam perlindungan cagar budaya.

Maulana menyayangkan selama ini Pemerintah Kota Ternate, khususnya di bawah kepemimpinan Burhan Abdurahman, sama sekali tak pernah menerbitkan Surat Keputusan tentang penetapan cagar budaya.

“Kota ini butuh penetapan (cagar budaya), karena ketika bangunan atau kawasan itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, tidak boleh dibongkar. Kalau sudah begitu gampang sekali bikin master plan perencanaan kota,” jelasnya.

“Jadi ketika Bapeda atau PUPR merencanakan kota, dia harus tahu bangunan mana yang tidak boleh dibongkar, bangunan mana yang dilindungi undang-undang,” imbuhnya.

Sehingga, kata dia, urusan cagar budaya tak hanya menjadi pekerjaan Dinas Kebudayaan semata, namun juga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya, seperti Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, terlebih Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

“Program Kota Pusaka di Benteng Oranje kan dari PUPR, bukan Kemendikbud. Itulah kenapa kemarin banyak memicu polemik,” tuturnya.

Bukti bahwa perlindungan dari segi regulasi itu perlu adalah ketika Pemerintah Kota Ternate mulai melakukan penataan kembali kawasan Benteng Oranje. Saat itu, Maulana sempat melontarkan protes karena pemugaran dilakukan secara serampangan. Alhasil, beberapa bangunan tua yang semestinya dipertahankan pun turut dibongkar.

Junaidi sendiri mengaku dalam materi ranperda yang diberikan oleh Bapemperda DPRD Maluku Utara belum tercantum secara spesifik menyangkut pemugaran atau rehabilitasi cagar budaya.

“Contohnya untuk kegiatan pemugaran atau rehabilitasi itu tidak boleh menghilangkan identitas aslinya hingga 80 persen, misalnya,” kata politisi Partai Demokrat itu.

“Memang itu harus dibahas di perda. Itu bicara soal zonasi. Jadi arsitektur khas daerah yang perlu ditonjolkan. Nah itu yang tadi belum muncul,” tambahnya.

Penulis: Rizal Syam
Editor: Nurkholis Lamaau

Baca Juga