Sengketa Pilkada

Pengakuan Pemilih: Ditawarkan Uang untuk Coblos Frans-Muchlis di Pilkada Halmahera Utara

Ilustrasi politik uang. || Foto: Istimewa

Jakarta, Hpost – Dalam sidang lanjutan perkara nomor 57/PHP.BUP-XIX/2021 untuk perselisihan hasil pemilihan Bupati Halmahera Utara yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), terungkap adanya dugaan praktik politik uang.

Dalam sidang tersebut, pasangan calon nomor urut 2, Joel B Wogono – Said Bajak selaku Pemohon menghadirkan Sahbudin M. Tjanaba yang merupakan pemilih di TPS 02 Desa Supu, Kecamatan Loloda Utara. (Baca juga: Sidang Perkara Pilkada Halmahera Utara Ungkap Kisruh Pemilih di PT NHM)

Sahbudin mengungkapkan, saat itu dirinya mendapat tawaran uang sebesar Rp 350 ribu dari seseorang pada 8 Desember 2020 malam, untuk memilih pasangan calon nomor urut 1, Frans Maneri – Muchlis Tapi Tapi selaku Pihak Terkait dalam sidang.

“Saya berikan uang Rp 350 ribu dengan catatan, saya meminta identitas saudara,” ucap Sahabudin menirukan ucapan seseorang tersebut. “Saya pun mengeluarkan KTP dan seseorang itu memfoto KTP itu,” ungkapnya.

Usai kejadian itu, Sahbudin pulang ke rumah dan menemukan 8 undangan memilih bagi anggota keluarganya—yang tiga di antaranya tidak berdomisili di Desa Supu. Mereka adalah Suraya M. Tjanaba yang berdomisili di Sorong serta Nurkhalis M. Tjanaba dan Misnawati di Kota Ternate.

Sebelum mencoblos, Sahbudin mengaku sempat melihat DPT yang tertempel. Dalam DPT tersebut, ia melihat beberapa nama tercantum meski bukan berdomisili di Desa Supu.

“Saya melihat nama Saidi Kicori yang berada di Halmahera Selatan, dan Sarwan Tjanaba di tahanan Polres Halmahera Utara,” ujarnya.

Selanjutnya, Sahbudin mengakui mencoblos pasangan nomor urut 1 Frans Maneri – Muchlis Tapi Tapi. Setelah itu, ia pun melihat ke TPS 01 Desa Supu dan menemukan ada nama lain yang bukan berdomisili di Desa Supu, tapi tertera dalam DPT.

“Zahid Libahome, Kisman Sania, dan Andri Cukai berada di tahanan Polres. Kemudian La Ode Farli yang sudah meninggal dunia pada 2009,” ungkap Sahbudin.

Menanggapi kesaksian tersebut, Termohon yang diwakili Hendra Kasim mencoba bertanya ke Sahbudin terkait DPT yang dilihat. “DPT yang bapak lihat adalah DPT yang ditempel, bukan DPT yang ditandatangani ya ?,” tanya Hendra yang diakui Sahbudin, bahwa DPT yang dilihat bukanlah DPT yang ditandatangani.

Baca Juga