Tipikor
Penanganan Kasus Dana Hibah Panwaslu Halmahera Utara Lambat: Penyidik Main ?

Tobelo, Hpost – Penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah Panwaslu Halmahera Utara, Maluku Utara, yang ditangani Kejaksaan Negeri Halut, terkesan lamban.
Karena sejak ditangani pada 2016, Kejari baru menetapkan 3 tersangka pada 2021. Sementara, sejauh ini Kejari masih memeriksa saksi-saksi dalam kasus tersebut.
Praktisi Hukum Maluku Utara, Muhammad Konoras menilai, berdasarkan KUHAP, para tersangka sudah harus diajukan ke Pengadilan untuk disidangkan.
“Tapi sampai hari ini kasus tersebut masih proses pemeriksaan saksi. Ini menjadi tanda tanya besar bagi publik, kenapa sampai sekarang Kejaksaan belum melimpahkan ke Pengadilan,” ucap Konoras, Rabu 17 Maret 2021.
Konoras menduga, lambatnya penanganan kasus tersebut karena ada oknum penyidik yang nakal dan sengaja memperlambat proses penyidikan. Alhasil, berkas kasus ‘mengendap’ di meja penyidik.
“Untuk itu, kepada Kajati Maluku Utara dimohon untuk meminta Kajari Halmahera Utara, segera mempercepat proses kasus dana hibah Panwaslu ini agar tidak menimbulkan kecurigaan publik,” cetusnya.
Terpisah, Akademisi Universitas Hein Namotemo, Gunawan Hi Abas, mempertanyakan penanganan kasus yang masuk tahun kelima ini. Gunawan mempertanyakan kapan penyidik akan menahan 3 tersangka.
“Kasus ini tergolong sangat lamban. Kapan dilakukan penahanan terhadap 3 tersangka? Saya khawatir penahanan tersangka juga bakal molor,” ucapnya.
“Tersangka dugaan korupsi dana Panwaslu yang merugikan keuangan negara ini Kajari harus tegas, sehingga di Halut tidak ada lagi kasus yang sama ke depan,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Kajari Halut Agus Wirawan Eko Saputro mengatakan pihaknya tengah melakukan pemanggilan terhadap saksi-saksi.
“Kita sudah melakukan panggilan sejumlah saksi-saksi, sekaligus kita memperdalam alat bukti hasil perhitungan kerugian negara dari BPK RI perwalikan Maluku Utara,” jelas Agus belum lama ini.
Perlu diketahui, kasus tersebut telah menyeret 3 tersangka yakni mantan Ketua Panwaslu Halut berinisial MB, mantan Sekretaris Panwaslu berinisial SDA dan mantan Bendahara Panwaslu berinisial DM.
Dalam kasus tersebut ditemukan kejanggalan penggunaan anggaran sebesar Rp 3,080 miliar dari total anggaran hibah Rp 4,8 miliar. Setelah diverifikasi Inspektorat Halut, kejanggalan tersisa Rp 96 juta.
Melihat dua temuan yang jauh berbeda, Kejari Halut meminta Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia mengaudit kembali. Kerugian negara kemudian ditemukan sebesar Rp 1,3 miliar.
Komentar