Lingkungan
Kritik Pemerintah, GAMHAS Maluku Utara Gelar Deklarasi Bertajuk Krisis Iklim
Ternate, Hpost – Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS) Maluku Utara, menggelar deklarasi 'Maluku Utara Krisis Iklim' di depan Kantor Wali Kota Ternate, Kamis 1 April 2021.
Ketua GAMHAS Malut, Nursin Gusao menyebut, deklarasi ini adalah bentuk protes terhadap pemerintah daerah yang kerap abai atas masalah lingkungan, dan lebih memprioritaskan kepentingan pemerintah pusat.
"Lebih dari satu dekade Malut nyaris menjadi pusat tumpuan kepentingan dari pemerintah pusat, yang sewenang-wenang melegitimasi kepentingan pemodal," ucap Nursin.
Dari hasil kajian GAMHAS, menurut dia, pemerintah telah mengalihkan pola ekonomi yang sepenuhnya dibebankan pada alam. Ini kemudian berdampak pada kelangsungan alam itu sendiri.
"Krisis lingkungan ini pemicunya adalah aktivitas reklamasi, pertambangan hingga perkebunan kelapa sawit yang diprioritaskan negara, demi menggenjot sektor ekonomi semata," tuturnya.
Rifki Anwar, massa aksi lainnya, menambahkan pemerintah wajib patuhi perjanjian Paris pada 2016 lalu di New York Amerika, tentang kesepakatan Global yang bersejarah dalam menghadapi perubahan iklim.
"Indonesia, terutama Malut yang merupakan provinsi kepulauan ini, justru lebih rentan dengan pemanasan Global. Dan itu terjadi karena negara lalai," cetusnya.
Ia bilang, pemerintah acap kali menyebut ekonomi ekstensif (pola perekonomian yang dipusatkan pada alam) sebagai pilihan untuk pembangunan nasional.
Lalu menginvasi wilayah timur dengan ragam investasi ekstraktif. "Alih-alih untuk ekonomi nasional, nyatanya dampak buruk yang tak terkendali sedang kita nantikan," ucap Rifki.
Ini bisa dilihat dari jumlah perusahaan yang beroperasi di atas lahan hampir mencapai 2 juta hektare, atau separuh dari daratan Malut. “Dan semuanya itu didapatkan dari pemerintah,” tegasnya.
Komentar