Tradisi

Cerita Pedagang Obor dan Pelita di Ternate Sambut Malam Lailatul Qadar

Lampu pelita yang dijual di malam ela-ela atau Lailatul Qadar di Ternate, Maluku Utara. || Foto: Julfikar Sangaji/JMG

Ternate, Hpost – Menjelang malam Lailatul Qadar yang terhitung ke-27 ramadan, sejumlah ruas jalan di Kota Ternate, Maluku Utara, dibanjiri para pedagang ela-ela atau obor.

Pemandangan seperti ini rutin ditemui di Ternate ketika mendekati lebaran. Bahkan sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Ternate, juga Maluku Utara pada umumnya.

Lampu pelita yang dijual di malam ela-ela atau Lailatul Qadar di Ternate, Maluku Utara. || Foto: Julfikar Sangaji/JMG

Pantauan halmaherapost.com di sepanjang Jalan Yosudarso, Kelurahan Stadion, atau tepat di depan Kantor Wali Kota Ternate yang lama, penjual ela-ela memenuhi bibir jalan.

Muhammad Faujan (57) sudah berjualan ela-ela sejak tahun 1998. Faujan adalah warga yang berdomisili di Kelurahan Maliaro, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate.

“Biasanya jual obor ini, sebelum salat isya saya sudah pulang. Tapi kali ini sampai jam 9 malam baru saya pulang,” tutur Faujan kepada halmaherapost.com, Sabtu 8 Mei 2021.

Lampu pelita yang dijual pada malam ela-ela atau Lailatul Qadar di Ternate, Maluku Utara. || Foto: Julfikar Sangaji/JMG

Obor berbahan botol kaca bekas yang dilengkapi sumbu itu, dibuat sendiri oleh Faujan. Sedangkan harganya bervariasi. Mulai dari Rp 10 ribu, Rp 15 ribu, sampai Rp 25 ribu.

“Semua tergantung modelnya. Karena ada yang dirakit menjadi 2 botol sekaligus, dan ada juga yang sebotol atau terpisah," terangnya.

Namun menjelang lebaran kali ini, Faujan mengaku keuntungannya tak seberapa dibanding tahun-tahun sebelumnya.

"Setiap kali jual itu untungnya Rp 300 ribu. Tapi 4 hari berjualan ini, setiap hari tidak sampai Rp 200 ribu," ucapnya.

Padahal, kata dia, jika ini akibat dampak pandemi COVID-19, keuntungan yang diperoleh pada ramadan tahun 2020 masih lumayan. “Masih normal,” katanya.

Lampu pelita yang dijual Muhammad Faujan pada malam ela-ela atau Lailatul Qadar di Ternate, Maluku Utara. || Foto: Julfikar Sangaji/JMG

Ia menduga, ini akibat larangan pawai obor oleh Pemerintah Kota Ternate. “Mungkin karena itu (larangan pawai obor) jadi orang jarang beli. Selain itu mungkin musim hujan juga," tuturnya.

Hal yang sama juga dirasakan Rohimah, pedagang obor di Ternate. Keuntungan yang diperoleh pada momentum malam Lailatul Qadar kali ini beda dengan tahun sebelumnya.

“Karena selain pandemi dan musim yang kurang bersahabat, juga larangan pemerintah. Jadi ini bukan hari yang pas kami berjualan," singkatnya.

Baca Juga