Refleksi
Refleksi Hari Pancasila: Menuju Masyarakat yang Adil dan Makmur
1 Juni 2021. Tepat 75 tahun penetapan Hari Lahir Pancasila, yang diawali dengan pidato tokoh kebangsaan dalam sidang 1 BPUPKI, merupakan sebuah proses yang panjang serta bukti sejarah bangsa Indonesia dalam merumuskan Dasar Negara Indonesia merdeka.
Dalam proses tersebut ditindaklanjuti melalui sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, sehingga rumusan Pancasila dicantumkan dengan resmi dalam pembukaan UUD RI. Dengan dasar itulah maka Pancasila menjiwai seluruh isi peraturan perundang-undangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal tersebut tidak bisa dinafikkan, bahwa dalam proses konseptualisasi Pancasila sebagai dasar negara banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, politik, budaya bangsa Indonesia pada waktu itu, sehingga dalam perumusan tersebut bisa kita lihat dalam polemik kebangkitan oraganisasi pergerakan nasional dan sumah pemuda. Maka dalam proses berjalannya sidang-sidang dalam BPUPKI pendiri bangsa mengemukakan pandangannya tentang dasar negara sebagai negara yang baru mau merdeka.
Dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 Moh Yamin berpidato lebih dulu sebelum Ir Soekarno berpidato pada tanggal 1 Juni 1945 yang berjudul “Lahirnya Pancasila” yang mengemukakan bahwa dasar negara Indonesia yang terdiri dari: (1) kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan (3) Mufakat atau demokrasi (4) kesejahteraan sosial (5) ketuhanan yang maha esa.
Dalam pidato tersebut Bung Karno menegaskan bahwa negara Indonesia bukan satu negara untuk satu golongan, tapi Indonesia adalah negara semua untuk satu.
Dalam proses perumusan dasar negara (Pancasila) untuk mencapai Indonesia merdeka, kita akan menemukan secara bertahap. Yang pertama adalah pidato Ir Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUKI. Kedua, rumusan Panitia sembilan dalam piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Ketiga, rumusan pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI.
Hal tersebut merupakan satu rangkaian dokumen sejarah dalam menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia. Sehingga jika kita tarik garis demarkasinya, pada esensinya Pancasila merupakan langkah untuk mengantarkan Indonesia pada fase ke-Emasan atau kemerdekaan, yang terlepas dari penindasan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas bangsa dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Begitu besar serta dalamnya penggalian sosio, politik dan budaya bangsa Indonesia untuk menetapkan dasar negara, rupanya masih jauh dari harapan rakyat.
Hal tersebut bisa kita lihat dalam sisi kebijakan pemerintah hari ini, yang tidak berbanding dengan cita-cita luhur dasar negara (Pancasila), sehingga ketimpangan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin semakin parah (yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin), akibat dari kebijakan pemerintah yang pro terhadap Neoliberalisme.
Di tahun 2015 berlakunya kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan jalur perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal asing, semakin bebas.
Sejatinya, MEA adalah alat untuk meliberalisasi sistem perekonomian yang bermuara pada percepatan dan perluasan kapitalisme Global yang induknya pada kesepakatan World Trade Organitation (WTO). Melalui kebijakan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa negara memberikan setengah kedaulatan terhadap pihak asing.
Sementara, dalam sektor Agraria, setiap hari kehidupan kaum tani semakin terperosok dalam jurang eksploitasi. Hal ini merupakan fakta bahwa negara tidak memberikan perlindungan terhadap kaum tani, sehingga tanah rakyat dimonopoli, bahkan dialihfungsikan untuk melayani kepentingan investasi asing.
Sementara, rakyat yang terus berjuang mempertahankan tanahnya selalu saja mendapatkan diskriminasi hukum oleh negara serta kekerasan hingga kriminalisasi, bahkan pembunuhan. Negara seakan alpa memfasilitasi rakyat untuk mendapatkan keadilan hukum. Negara juga kadang terlibat melalui TNI-Polri sebagai tameng untuk melindungi kepentingan Investasi Asing.
Sementara, dalam Omnibus law Cipta Kerja klaster pertanahan sangat membuka ruang eksploitasi tanah rakyat. Hal ini merupakan ancaman serius bagi petani dan masyarakat adat. Padahal, negara melalui pasal 33 ayat 3, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) telah mewajibkan negara untuk mengatur kepemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, sehingga tanah yang berada di seluruh wilayah kedaulatan bangsa Indonesia, digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun gotong-royong.
Namun negeri ini sangatlah lucu. Dimana, negaralah yang telah melegalkan segala urusan yang berkaitan dengan investasi asing untuk mengolah sumberdaya alam bangsa Indonesia. Di sisi lain, negara masih saja berteriak agar memperkuat kedaulatan pangan Nasional, sementara tanah petani telah dieksploitasi atas kepentingan investasi asing melalui fasilitasi regulasi oleh pemerintah pusat sampai daerah.
Atas kondisi tersebut, rakyat perlu terus melakukan perlawanan atas tindakan semena-mena yang dilakukan oleh negara, melalui tameng besi dalam melindungi kepentingan modal besar. Maka dalam momentum hari Lahir Pancasila ini, atas nama rakyat kami menuntut.
- Pemerintah segera mencabut produk UU yang bertentangan dengan UUPA 1960
- Medesak Komisi 3 DPRD Kabupaten Halmahera Timur untuk segera mendorong percepatan jaringan menuju Desa Jara-jara.
- Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur, segera menyelesaikan pembayaran penebangan pohon kelapa yang ada di Maba Utara.
- Mendesak pemerintah daerah untuk melaksanakan pasal 33 UUD 1945 sebagai Haluan Ekonomi Negara.
-------------
Oleh: Abdullah Idris
Ketua PAC Pemuda Pancasila Kecamatan Maba Utara, Halmahera Timur
Komentar