Perencanaan
Publik Tantang DPRD Halmahera Tengah Publikasi Draf RTRW

Weda, Hpost – Pernyataan anggota Komisi III DPRD Halmahera Tengah, Maluku Utara, bahwa publik yang memberi saran soal RTRW di media sosialsebaiknya tidak menggunakan asumsi pribadi, menuai protes.
Mahasiswa Universitas Jentera Jakarta, Hamdan Chalil mengatakan, sikap kritis publik karena sampai hari ini dokumen RTRW Halteng belum bisa diakses publik
"Sehingga memicu rasa waswas publik di tengah pusaran industri ekstraktif yang menjadi prioritas daerah," katanya kepada halmaherapost.com, Rabu 16 Juni 2021.
Bagi dia, dokumen tersebut harus disajikan pada laman website DPRD Halteng, agar menjawab rasa ingin tahu publik terkait rancangan naskahnya.
“Tentu dengan memuat sisi sosiologis, akademis, filosofis dan yuridis," terangnya.
Ketika publik bisa menelusuri itu, maka dengan mudah akan mengetahui perkembangannya. “Di situ orang dapat menyalurkan aspirasi yang terukur kerena telah memahami,” tandasnya.
Pria kelahiran Patani ini menilai, DPRD Halteng belum maksimal mendulang aspirasi masyarakat dengan menggunakan metode Focus Group Discussion.
Kalaupun dilakukan, ia menduga itu dilaksanakan demi menggugurkan syarat formalitas tanpa dipandang serius dalam menggali tanggapan masyarakat, terutama yang rentan terhadap dampak.
Bagi Hamdan, RTRW harus sungguh-sungguh mengakomodasi kepentingan lingkungan dan masyarakat dalam jangka panjang.
Tapi harapan ideal itu tergolong sulit seiring minimnya keberpihakan politik lingkungan dari DPRD dan pemerintah. Tapi justru lebih menunjukkan keberpihakan pada kepentingan pemodal.
“Seperti ketika terjadi dugaan pencemaran lingkungan di Halteng, saudara Nuryadin Ahmad berupaya menyajikan dalil-dalil yang membantah argumentasi soal pencemaran lingkungan," katanya.
Nuryadin dengan lagak seperti itu, menurut Hamdan, patut dipertanyakan. Karena sikap seperti itu mengindikasikan inkonsistensi Nuryadin sebagai anggota DPRD yang mewakili daerah pemilihan II Halteng.
"Yang berkewajiban demi hukum untuk menyelamatkan keberlanjutan masyarakat bila terdampak," tukasnya.
Pertanyaannya, lanjut Hamdan, apakah Nuryadin mewakili dari masyarakat Halteng? “Ataukah dia justru menjadi corong dari corporasi industri ekstraktif,” tandasnya.
Jika anggota DPRD engan konsisten terhadap rakyat, maka masa depan Halteng dalam bayang-bayang darurat agraria.
Karena darurat agraria tidak hanya dilihat setelah adanya tindakan pengrusakan lingkungan, akibat aspek penguasaan korporasi terhadap sumber daya alam.
"Tapi melalui semangat perubahan RTRW sebagai peruntukkan kawasan industri ekstraktif, dan itu menunjukkan suatu semangat konsuldasi darurat agraria secara massif," tegasnya.
Sekedar informasi, kawasan industri yang diusulkan Pemda Halteng dalam Ranperda seluas 16.620 hektare, mencakup Kecamatan Weda Tengah, Weda Utara dan Pulau Gebe.
Untuk Pulau Gebe seluas 6.20 hektare dengan status Kawasan Industri Holding Zoom. Weda Utara 830 hektare mencakup Desa Gemaf. Tidak sampai ke Desa Sagea. Sedangkan Weda Tengah 15.170 hektare.
Pegiat lingkungan hidup, Adlun Fiqri mengatakan, sebaiknya, luasan untuk Kawasan Industri di Weda Tengah cukup sesuai dengan kawasan yang sudah digunakan oleh perusahaan saat ini. “Bila perlu dihapus,” tandasnya.
Menurutnya, penataan ruang harus mempertimbangkan aspek keadilan ruang. “Jangan hanya fokus pada kawasan industri semata, tapi harus serius pada permukiman dan perkebunan warga yang wilayahnya dipaksa masuk kawasan industri,” tuturnya.
Selain itu, perlu memasukan kawasan wisata alam Bokimaruru, Karst Sagea dan Patani dalam kawasan lindung atau cagar alam.
Karena fungsi ekologisnya adalah menyediakan sumber air bagi perkampungan di Teluk Weda. "Untuk wilayah Patani harus diproteksi dari pertambangan," ujarnya.
Menurut dia, 16.620 hektare bukan skala kecil. “Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas area Weda Tengah itu 253,28 kilometer persegi atau 25,328 hektare,” tuturnya.
Jika 15.170 dimasukkan ke dalam kawasan industri, itu berarti luasnya tersisa sekitar 10.158 hektare. “Sementata, 10.158 ini di dalamnya ada kawasan hutan, IUP dan lain-lain,” ujarnya.
Ia bilang, saat ini kondisi yang dialami desa-desa di Weda Tengah sangat memprihatinkan. Seperti Gemaf, Lelilef, hingga daerah transmigrasi yang kian terhimpit.
“Kondisi sosial dan lingkungannya sungguh memprihatinkan. Apakah itu ruang hidup rakyat baik-baik saja,” tanya Adlun.
Menurut dia, tuntutan masyarakat sejatinya punya alasan sederhana, yaitu mengalokasikan kawasan perkebunan, perikanan, transmigrasi, pariwisata, pemukiman, kawasan konservasi serta kawasan lindung lebih besar dari industri.
Adlun juga menyarankan DPRD dan Pemda membuka kanal aduan. Baik melalui hotline atau kotak surat. “Jangan tunggu masyarakat datangi DPRD dan Pemda duluan,” tuturnya.
"Kalau betul Nuryadin bilang kita Fagogoru, Nuryadin dan DPRD lainnya harus melindungi segenap tanah air ini yang sudah diwariskan oleh para leluhur," tambahnya.
Komentar